Wasiat dinilai sah dengan ungkapan kinayah, misalnya seseorang berkata, “Aku tentukan barang ini buatnya,” atau “Aku pisahkan barang ini untuknya,” atau “Budakku ini untuknya.”
Surat wasiat disamakan dengan wasiat kinayah
Surat wasiat dianggap sebagai wasiat kinayah. Dengan kata lain, hukumnya sah jika diniatkan, sekalipun ditulis, oleh orang yang dapat berbicra, dan juga diakui secara lisan olehnya atau ahli warisnya bahwa surat tersebut dibuat dengan niat berwasiat.
Tidka cukup dengan ucapan, “inilah tulisanku dan apa yang terkandung di dalamnya adalah wasiatku.”
Wasiat dengan kat-kata yang diucapkan oleh pewasiat
Wasiat dinyatakan dengan memakai lafaz-lafaz yang telah disebutkan oleh pihak pewasiat disertai dengan kabul dari pihak yang diberi wasiat, orangnya tertentu serta terbatas jika dinilai boleh menerimanya secara langsung. Jika masih belum dapat menerimanya secara langsung, maka kabul dilakukan oleh walinya, yaitu sesudah pewasiat meninggal dunia, sekalipun ada jarak waktunya.
Tidak sah mengucapkan kabul, sama halnya dengan melakukan penolakan, sebelum orang yang berwasiat meninggal dunia, sebab orang yang berwasiat berhak menarik kembali wasiatnya. Orang yang pernah melakukan penolakan sebelum orang yang berwasiat meninggal dunia boleh mengucapkan kabul sesudah pemberi wasiat meninggal dunia. Tidak sah melakukan penolakan sesudah kabul.
Ungkapan yang termasuk shariah dan tolakan yang termasuk kinayah
Termasuk ungkapan penolakan yang sharih (terang-terangan) ialah ucapan, “Aku menolaknya,” atau “Aku tidak mau menerimanya.”
Termasuk tolakan kinayah ialah ucapan, “Aku tidak memerlukannya,” atau “Aku tidak membutuhkannya.”