Syarat jamak taqdim sebagai berikut:
- Niat jamak pada salat pertama, walaupun bersamaan dengan salam.
- Tertib (antara salat pertama dan salat kedua).
- Terus-menerus menurut adat. Dibolehkan terhalang sesaat, asal kurang dari seukuran salat dua rakaat.
Syarat jamak ta’khir adalah sebagai berikut:
- Niat menjamak pada waktu pertama (sampai batas waktu) sisa seukuran satu rakaat.
- Masih dalam perjalanan sampai akhir salat kedua.
Diperbolehkan (mengerjakan) salat jamak karena sakit, baik jamak taqdim maupun jamak ta’khir. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis bahwa Nabi Muhammad saw pernah menjamak salatnya tanpa dipengaruhi rasa takut dan hujan). Orang yang sakit harus menjaga (meneliti) waktu yang ringan baginya untuk mengerjakan salat. Apabila penyakitnya selalu bertambah, misalnya terasa bertambah panas, pada waktu salat kedua, maka jamak taqdimkan salat kedua itu dengan syarat-syarat jamak taqdim. Atau pada waktu salat pertama dia merasa sakit, maka jamak ta’khirkan salatnya dengan niat jamak pada waktu salat pertama.
Banyak ulama muta-akhkhir yang telah membuat ta;rif (ukuran) sakit disini, yaitu sekiranya susah baginya mengerjakan semua rukun salat pada waktunya, misalnya sulit berjalan ketika hujan sekira membasahi pakaian (karena dapat menghilangkan khusyuk).
Ulama lainnya mengatakan bahwa kesusahannya itu harus lebih tampak dari apa yang tersebut tadi, sekira dengan demikian diperbolehkan mengerjakan salat fardu sambil duduk. Kaul ini yang termasyhur.
Dalil jamak berdasarkan sunnah Nabi saw dari sahabat Mu’adz, “Kami pernah bepergian bersama Rasulullah saw pada waktu perang Tabuk. Beliau menjamak salat Lohor dan Asar, Magrib dan Isya.”
Seseorang yang bepergian tidak boleh menjamak salat apabila:
- Perjalanan itu jaraknya tidak mencapai sehari semalam dengan membawa barang yang berat-berat, serta ada kesempatan untuk beristirahat, makan, salat, dan sebagainya (perjalanan dua marhalah – 16 farsakh x 3 mil x 1,6 km = 76,8 km)
- Melarikan diri (misalnya istri yang meninggalkan suaminya tanpa izin dan sebagainya).
- Mempunyai utang, serta mampu membayarnya pada waktu yang telah ditentukan tanpa izin dari yang mengutangkannya.
- Berlibur ke negeri lain, menurut kaul yang benar.
Batas waktu jamak berakhir apabila:
- Sampai (kembali) ke kampungnya, walaupun sekedar melewatinya saja (misalnya pergi, lalu pulang lagi, terus pergi lagi).
- Tiba di salah satu kampung lain dan ia berniat bermalam di kampung itu secara mutlak (tidak ditentukan waktunya).
- Bermalam selama empat hari penuh atau ia memperkirakan bahwa keperluannya tidak akan berhasil dalam tempo empat hari itu.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani