Inilah Amalan Sunnah Ketika Berpuasa

Orang yang berpuasa ramadhan dan puasa lain, disunatkan sahur. Sunat mengakhirkan (sahur) selam tidak jatuh pada waktu syak (ragu akan terbitnya fajar). Sunat bersahur dengan kurma, karena berdasar hadis. Sudah termasuk sahur walaupun hanya meneguk air, waktunya mulai dari tengah malam.

Sabda Nabi saw, “Topanglah kekuatanmu dengan makan sahur agar dapat berpuasa di siang harinya; dan dengan tidur pada siangnya akan menolong bangun malam.” (Riwayat Hakim).

“Makan sahurlah kamu, karena makanan sahur itu mengandung berkah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

“Bersahurlah kalian walaupun dengan seteguk air.” (Riwayat Ibnu Hibban)

Hikmah sahur adalah agar kuat dalam mengerjakan puasa.

Disunatkan ta’jil (menyegerakan berbuka) bila telah yakin matahari terbenam. Dapat diketahui terbenamnya itu sebagai berikut:

  1. Di tempat ramai (banyak bangunan).
  2. Tanah datar (lapang) yang banyak gunung; dengan lenyapnya sinar matahari dari bangunan yang tinggi (di kota) dan dari gunung (di tanah lapang).

Sunat mendahulukan berbuka daripada salat magrib sekira tidak khawatir ketinggalan salat berjamaah atau takbiratul ihram bila berbuka terlebih dahulu.

Sunat berta’jil dengan kurma, karena ada perintah Nabi saw mengenai hal itu. Sempurnanya adalah dengan 3 buah kurma.

Sabda Nabi saw, “Bila salah seorang di antara kamu berpuasa, berbukalah dengan kurma, kalau tidak mendapatkannya, maka dengan air, karena air itu menyucikan.”

Kalau tidak mendapatkan kurma, hendaklah dengan beberapa teguk air walaupun air zamzam.

Sunat berbuka puasa dengan kurma dan membaca doa berbuka puasa

Apabila bertentangan antara ta’jil denga air dan ta-khir dengan kurma, maka dahulukanlah yang pertama (dengan air) menurut penjelasan Ibnu Hajar. Beliau juga berkata, “Mengenai jelasnya makan kurma yang kuat syubhatnya (tidak jelas halal dan haramnya) dengan air yang ringan syubhatnya, maka dengan air lebih utama.”

Imam Nawawi dan Imam Rafii’ berkata, “Tiada sesuatu pun yang lebih afdhal sesudah kurma selain air.” Sebab air itu menghilangkan dahaga. Menurut Imam Ruyani, “Manis-manisan lebih afdhal daripada air” itu adalah dhaif. Makanan manis-manisan yang tidak dimasak dengan api, seperti pisang dan sebagainya.

Sebagaimana ucapan Imam Adzra’i, “anggur kering itu sejenis kurma kering.” Sesungguhnya Nabi saw menerangkan hal itu karena biasanya kurma mudah didapat di Madinah.

Ketika berbuka puasa disunatkan membaca Allaahumma laka shumtu wa’alaa rizqika afthartu wayaziidu man afthara bil maa-i dzahabadz dzama-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allaahu ta’alaa.

Ya Allah, karena perintah-Mu hamba puasa dan dengan rezeki-Mu hamba berbuka.” Bagi yang berbuka dengan air, disunatkan menambah dzahabadz dan seterusnya. Telah hilang dahaga, basah (segar) urat-urat, dan semoga tetap memperoleh pahala, Insya Allah ta’ala.

Sunat mandi sebelum terbit matahari ketika puasa

Sunat mandi, misalnya mandi janabat sebelum fajar menyingsing, agar tidak ada air yang masuk, misalnya ke dalam lubang hidung atau dubur.

Menurut Ibnu Hajar, tujuan ‘illat tersebut ialah bahwa masuknya air ke lubang itu membatalkan puasa, tidak ditujukan secara umum (yakni kalau sekiranya dapat menjaga air yang masuk ke lubang telinga dan sebagainya, tidak batal), sebagaimana zhahirnya, berdasar pada keterangan yang lalu, bahwa terlanjurnya air masuk seperti berkumur yang disyariatkan atau mencuci mulut yang kena najis, tidak membatalkan puasa; karena dianggap udzur (sulit). Hendaknya ta’jil ini dikaitkan pada yang memberatkan.

Hukum memakai wangi-wangian dan bersiwak ketika sedang puasa

Disunatkan menahan keinginan makan makanan yang syubhat dan menahan syahwat yang diperbolehkan, misalnya dari suara, penglihatan, memegang wangi-wangian atau menciumnya.

Kalau bertentangan antara memegang wangi-wangian bagi orang yang berpuasa dan mengembalikan wangi-wangian, maka menjauhkan diri dari memegangnya lebih utama, karena hal yang makruh dapat mengakibatkan berkurangnya pahala ibadah.

Pengarang kitab Al Hulyah mengatakan, “Yang lebih utama bagi yang berpuasa adalah meninggalkan selak mata.” (bahkan Imam Malik membatalkannya).

Makruh bersiwak sesudah tergelincir matahari hingga sebelum terbenamnya walaupun karena bangun dari tidur atau memakan makanan yang berbau karena lupa. Banyak ulama mengatakan “tidak makruh”, bahkan disunatkan bersiwak kalau bau mulutnya berubah waktu bangun tidur misalnya.

Ketika puasa harus Menjaga lisan dari perkataan buruk

Sebagian perkara yang sunat muakkad bagi yang puasa, ialah menjaga lisan dari setiap perkara yang diharamkan, seperti berdusta, menggunjing (memfitnah), dan memaki orang; sebab perbuatan tersebut menghapus pahala puasa, sebagaimana (hal itu) telah dijelaskan oleh para ulama.

Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal tersebut.

Rasulullah saw bersabda, “Puasa itu bukanlah dengan menahan dari makan dan minum saja, tetapi puasa dengan menahan dari perbuatan yang percuma dan jima’” (Riwayat Hakim)

Imam Syafii dan para sahabatnya telah memberikan nash kepada penjelasan itu, dan Imam Nawawi telah menetakannya dalam kitab Majmu’, karena nash-nya berarti menolak pendapat atau pembahasan Imam Adzra’i yang menerangkan bahwa tetap berhasil pahala puasanya, tetapi mendapat dosa karena maksiatnya.

Sebagian ulama mengatakan, “Batal dasar puasanya,” yaitu di-qiyas-kan pada mazhab Imam Ahmad mengenai salat di tempat hasil meng-ghashab.

Jika seseorang memaki-maki orang yang berpuasa, walaupun dalam puasa sunat, maka katakanlah kepadanya, “sesungguhnya aku puasa.” Katakanlah sebanyak 2 atau 3 kali dalam hati sendiri untuk mengingatkan batinnya, atau dengan lisan (diucapkan) sekira tidak menimbulkan riya’. Mempersingkat dari salah satunya, lebih utama dengan lisannya.

Ketika puasa harus banyak sedekah dan membaca Al Qur’an serta I’tikaf

Dalam bulan ramadhan, terutama pada 10 hari terakhir, sunat muakkad memperbanyak sedekah, menambah biaya keluarga (lebih dari bulan lainnya), berbuat kebaikan pada kerabat dan tetangga, karena mengikuti sunnah Rasul saw.

Sunat memberi makan untuk berbuka kepada orang-orang yang puasa, memberi makan sore kalau mampu. Kalau tidak mampu, berikanlah air minum.

Sunat pula memperbanyak membaca Al Qur’an pada selain (tempat najis) seperti tempat pemotongan atau pembantaian dan sebagainya, walaupun di perjalanan.

Yang lebih afdhal adalah membaca Al Qur’an pada siang hari sesudah salat subuh, pada malam hari, pada waktu sahur, lalu antara maghrib dan isya, sedangkan membaca pada malam hari lebih utama. Sebaiknya cara membacanya adalah dengan tadabbur (mengingat artinya).

Abu Laits dalam kitab Bustan berkata, “Seyogyanya qari mengkhatamkan (menamatkan) Quran satu tahun dua kali, kalau tidak kuat lebih.”

Imam Abu Hanifah berkata, “Barang siapa yang menamatkan Quran setiap tahun 2 kali, sungguh telah memenuhi haknya.”

Imam Ahmad berkata, “Makruh mengakhirkan khatam Quran lebih dari 40 hari tanpa udzur, sebab ada hadis riwayat Ibnu Umar r.a.”

Sunat muakkad memperbanyak ibadah dan i’tikaf, karena ittiba’ kepada Nabi saw, terutama pada 10 hari terakhir ramadhan.

Disunatkan beri’tikaf di masjid sampai salat Id dan beri’tikaf sebelum sepuluh hari akhir ramadhan.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top