Disunatkan membaca surat yang pertama lebih panjang daripada yang kedua, selama tidak warid nash dengan panjang surat yang kedua (seperti surat al A’la dengan surat al Ghaasyiyah). Sunat membacanya menurut tertib mushaf dan muwalat (tidak terpisah), selama surat yang mengikutinya tidak lebih panjang. (bila surat yang kedua lebih panjang, seperti surat At Tiin dengan Al ‘laq, maka hal ini menyalahi sunnah).
Bila timbul suatu perselisihan antara tertib surat dengan memanjangkan surat pada rakaat pertama misalnya apakah setelah membaca surat al Ikhlas lalu al Falaq karena tertibnya, atau surat Kautsar karena memandang agar yang pertama lebih panjang. Semuanya layak, tetapi yang terdekat adalah (mendahulukan) yang pertama (tertib surat).
Sungguh disunatkan membaca ayat itu bagi imam yang salat munfarid dan makmum yang tidak mendengar bacaan imam pada salat jahriyah. Makmum yang mendengar bacaan imam, makruh membaca ayat, bahkan ada yang mengatakan haram.
Makmum yang tidak mendengar bacaan imam atau hanya mendengar suara yang tidak jelas huruf-hurufnya, boleh membaca surat secara perlahan-lahan. Tetapi disunatkan mengakhirkan bacaan Fatihah dari Fatihah imam, apabila ia memperkirakan dapat menyusul bacaan Fatihah sebelum rukuk, seperti pada 2 rakaat sirriyyah. Ketika ia mengakhirkan Fatihah, hendaknya ia menyibukkan diri dengan membaca doa, bukan membaca ayat.
Syeikh Mutawali berkata dan ditetapkan oleh Ibnu Rif’ah, “Makruh baginya membaca Fatihah sebelum imam selesai membaca Fatihah walaupun pada salat sirriyyah, sebab ada ikhtilaf dalam masalah terhitung atau tidaknya (sah atau tidak) bacaan Fatihah makmum sebelum imamnya selesai. Ada pendapat yang menganggap batal salat seseorang kalau makmum sudah selesai membaca Fatihah, sedangkan imam belum.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani