Suara bukanlah aurat. Untuk itu, tidak haram mendengarnya kecuali dalam keadaan dikhawatirkan menimbulkan fitnah atau menimbulkan rangsangan birahi. Demikianlah penelitian yang dilakukan oleh Az-Zarkasyi.
Salah seorang ulama muta-akhkhirin memberikan fatwanya, bahwa anak lelaki yang masih kecil boleh melihat wanita dalam walimah dan resepsi lainnya.
Hukum melihat kelamin anak-anak
Menurut pendapat yang dapat dipegang dari Imam Rafii dan Imam Nawawi, melihat kelamin anak perempuan kecil yang belum diminati hukumnya tidak boleh (haram). Sedangkan menurut pendapat lainnya hal tersebut makruh. Al-Mutawalli menilai sahih pendapat yang mengatakan boleh melihat kelamin anak lelaki kecil hingga usia tamyiz. Sedangkan yang lainnya menetapkan boleh dengan tegas, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan haram.
Seorang ibu diperbolehkan melihat kelamin keduanya dan juga memegangnya di masa penyusuan dan pengasuhan karena keadaan darurat.
Budak lelaki boleh memandang tuan (majikan) perempuannya
Budak lelaki yang adil diperbolehkan memandang majikan (tuan) perempuannya yang memiliki sifat adil, selain bagian antara pusar dan kedua lututnya. Begitu pula dengan kebalikannya
Ketentuan ini berdasarkan firman Allah swt dalam surat An Nuur ayat 31, “atau budak-budak yang mereka miliki.”
Dalil lainnya ialah sabda Nabi saw kepada putrinya Siti Fatimah, ketika ia datang dengan budak laki-laki yang pernah beliau hadiahkan kepadanya, sedangkan ia memakai pakaian yang bila ditutupkan ke kepalanya maka kedua kakinya terbuka, dan bila ditutupkan ke kedua kakinya maka kepalanya terbuka. Ketika Nabi saw melihat apa yang dialami putrinya itu beliau bersabda:
“Sesungguhnya dia tidak mengapa bagimu, dia hanyalah sama seperti ayah dan anakmu. (dalam hal boleh memandang sebagian dari aurat)
Mahram laki-laki, sekalipun berpredikat fasik atau kafir diperbolehkan pula melihat bagian anggota tubuh perempuan yang semahram dengannya selain antara pusar dan kedua lutut. Sama halnya dengan apabila dia (perempuan) memandang laki-laki yang semahram dengannya. Sedangkan bagi mahram yang sejenis, diperbolehkan menyentuh bagian tubuh selain yang ada di antara pusar dan kedua lututnya.
Akan tetapi, tidak boleh memegang punggung atau betis wanita mahram, seperti ibu dan anak perempuannya. Begitu pula sebaliknya, kecuali apabila diperlukan atau sebagai ungkapan kasih sayang.
Sehubungan dengan masalah haram melihat, diharamkan pula memegangnya tanpa penghalang, karena memegang tanpa penghalang lebih kuat dalam hal membangkitkan berahi.
Memegang wajah perempuan lain (yang bukan mahram) secara mutlak diharamkan.
Bagian tubuh yang tidak boleh dilihat dalam keadaan bersatu maupun berpisah
Semua bagian tubuh laki-laki atau perempuan yang tidak boleh dilihat dalam keadaan masih bersatu (pada tubuhnya), tidak boleh pula dilihat dalam keadaan telah terpisah (dari tubuhnya). Seperti halnya potongan kuku tangan dna kuku kaki, juga rambut wanita dan bulu kelamin laki-laki, keduanya itu harus dikuburkan.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani