Agar halal melihat, wanita yang dituju harus dalam keadaan bebas dari ikatan nikah dan iddah. Hendaknya lelaki yang bersangkutan mempunyai keyakinan kuat bahwa lamarannya tidak akan ditolak.
Bagi orang yang tidak mempunyai kesempatan untuk melihat calon istrinya, disunatkan (dianjurkan) mengirim seorang wanita (dari pihaknya) sebagai wakilnya guna melihat keadaan calon istrinya. Selanjutnya utusan itulah yang akan menceritakan kepadanya calon istrinya.
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa Nabi saw pernah mengirimkan seorang wanita sebagai wakilnya untuk melamar seorang wanita yang akan dijadikan istrinya. Untuk itu beliau berpesan:
“Lihatlah wajah dan kedua telapak tangan serta lehernya.”
Tidak temasuk ke dalam pengertian melihat yaitu memegang. Hukum memegang itu haram karena tidak diperlukan.
Seorang lelaki, sekalipun sudah lanjut usia, haram melihat salah satu bagian anggota tubuh wanita lain (yang bukan muhrim) dengan sengaja, baik merdeka atau hamba sahaya yang telah mencapai usia diminati, sekalipun dia cacat atau sudah tua. Begitu pula sebaliknya (wanita melihat laki-laki).
Allah swt berfirman dalam surat An Nuur ayat 30:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.”
Rasulullah saw bersabda, “Pandangan merupakan panah beracun milik iblis yang terkutuk, karena pandangan itu mengundang berfikir, dan berfikir mengundang perbuatan zina.”
“Mata dapat berzina, sedangkan yang membenarkan dan yang mendustakannya adalah kalbunya.”
Lain halnya dengan pendapat Al-Hawi, ia berpandangan sama dengan Imam Rafi’i (yakni seorang wanita boleh memandang lelaki lain).
Sekalipun pandangan (sengaja) yang dilakukannya itu tanpa dibarengi dengan rasa birahi atau aman dari fitnah, menurut pendapat yang dapat dipegang. Tetapi bukan pandangan melalui sarana seperti cermin, menurut apa yang difatwakan bukan hanya oleh seorang ulama. Pendapat Al Asnawi mengikuti kepada kitab Raudhah, bahwa yang benar adalah boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita di kala aman dari fitnah; Ini merupakan pendapat yang lemah. Demikian pula pendapat yang dipilih oleh Al Adzru’i dari sejumlah ulama, boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita lanjut usia bila tidak dikhawatirkan adanya fitnah dalam memandangnya.
Tidak diperbolehkan sama sekali melihat leher dan kepala wanita merdeka. Menurut uatu pendapat boleh, tetapi makruh memandang bagian tubuh budak perempuan selain antara pusar dan kedua lututnya, karena bagian tersebut merupakan aurat dalam salat. Tetapi dengan syarat, yaitu pandangan tanpa berahi dan tidak dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani