Salat sunat gerhana matahari dan bulan. Kedua salat sunati itu paling sedikit 2 rakaat, seperti sunat lohor, dan paling sedikit dikatakan sempurna ialah dengan menambah berdiri, bacaan Fatihah, dan rukuk pada setiap rakaat (dua kali berdiri, dua kali rukuk, dan dua kali i’tidal pada setiap rakaatnya).
Yang paling sempurna adalah membaca surat sesudah Fatihah, yaitu: sewaktu berdiripada rakaat pertama membaca surat al Baqarah atau seukurannya, pada rakaat kedua sepanjang 200 ayat al Baqarah, pada rakaat ketiga sepanjang 150 ayat dan pada rakaat keempat sepanjang 100 ayat. Sunat membaca tasbih pada awal rukuk dan sujud, misalnya 100 ayat dari surat al Baqarah; pada rakaat dari semua rukuk dan sujud, misalnya 80 ayat; ketika berdiri yang ketiga setiap rukuk dan sujud, misalnya 70 ayat; dan ketika berdiri yang keempat, misalnya 50 ayat. Meskipun demikian, apabila bermaksud mempersingkat membaca Fatihah saja pada setiap rakaat, tanpa membaca surat atau ayat sebanyak tadi, diperbolehkan, atau menggantinya dengan surat yang pendek.
Disertai dengan dua kali khotbah setelah shalat Id dan gerhana (gerhana matahari dan bulan). Atau dengan kata lain, disunatkan khotbah 2 kali setelah mengerjakan shalat Id, walaupun shalat Id dilaksanakan keesokan harinya, menurut kaul yang jelas; dan setelah salat gerhana. Khatib membuka khotbah pertama pada salat Id, tidak pada salat gerhana, dengan 9 kali takbir dan pada khotbah kedua 7 kali takbir secara sambung-menyambung. Ketika khotbah salat gerhana, sebaiknya dengan istighfar sebagai pengganti takbir, seperti ketika khorbah salat istisqa’.
Seyogyanya khatib memisahkan antara dua khotbah itu dengan takbir, dan sunat memperbanyak bacaan takbir pada setiap pasal dalam khotbah, sebagaimana menurut Syeikh Subki. Takbir semacam itu tidak disunatkan bagi hadirin.