Puasanya tidak batal karena membuang dahak (ingus) dari dalam (sebelah dalam kerongkongan ataudi luar kerongkongan), jika membuang dahak atau ingus itu karena seringnya diperlukan perbuatan tersebut. adapun menelan dahak bagi orang yang mampu membuangnya, sesudah dahak itu sampai ke batas zhahir, maka mutlak membatalkan puasa.
Kalau lalat masuk ke dalam perut orang, maka puasanya batal secara mutlak dengan mengeluarkannya (menimbulkan mudarat maupun tidak); dan kalau sekira mudarat, ia boleh membiarkannya (di dalam) serta wajib qadha.
Batal puasa karena masuknya sesuatu zat walaupun sedikit pada anggota yang disebut lubang, yakni lubang orang yang tersebut tadi (yaitu orang yang mengerti hukumnya dan disengaja), seperti ke dalam lubang telinga, saluran air kencing dan air susu, walau tidak melewati ujung kemaluan laki-laki atau puting susu.
Masuknya jari tangan yang beristinja’ ke dalam anggota yang tampak dari farji wanita ketika duduk di atas kedua telapak kakinya, membatalkan puasa.
Demikian pula masuknya sebagian jari ke dalam lubang atau tempat keluarnya kotoran (membatalkan puasa). Demikianlah pendapat Qadhi Iyadh, sedangkan Syeikh Subki membatasi dengan keadaan bila sampai masuk sesuatu dari jari itu ke lubang dari tempat keluarnya kotoran itu.
Lain halnya dengan permulaan lubang yang menutupnya (bibirnya), maka lubang tersebut tidak disebut lubang. Yang termasuk lubang itu adalah permulaan lubang kencing yang tampak ketika digerakkan, bahkan lebih utama tidak membatalkannya.
Sabda Nabi Muhammad saw, “Bila kamu menghirup air ke dalam hidung ketika wudu, maka sampaikanlah ke dalamnya, kecuali bila kamu dalam keadaan berpuasa.” Hadis ini menunjukan batalnya puasa karena masuknya suatu zat ke lubang badan.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani