Mengenai pahala membaca Al Qur’an, Imam Nawawi di dalam Syarah Muslim-nya mengatakan bahwa menurut pendapat yang terkenal dalam mazhab Syafii, pahala bacaan Al Qur’an tidak dapat sampai kepada si mayat.
Sebagian kalangan mengatakan bahwa pahala membaca Al Qur’an dapat sampai kepada mayat hanya dengan menunjukkan pahalanya buat si mayat, walaupun penunjukkan ini dilakukan sesudah membaca.
Pendapat inilah yang dikatakan oleh ketiga imam lainnya dan dipilih oleh kebanyakan para imam dari kalangan mazhab Syafii, serta dipegang oleh As-Subuki dan lainnya.
Kemudian As-Subuki mengatakan bahwa makna yang ditunjukkan oleh hadis melalui penyimpulan hukum darinya ialah; sebagian dari Al Qur’an itu jika bacaannya ditujukan buat mayat, maka pahalanya dapat bermanfaat bagi mayat. Sehubungan dengan hal ini As-Subuki mengemukakan keterangannya dengan jelas dan gamblang.
Sedangkan segolongan ulama yang menginterpretasikan “tidak dapat sampai” menurut apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi ialah dalam kasus bila bacaan Al Qur’an tidak dilakukan di hadapan mayat yang bersangkutan, dan pembaca tidak berniat agar pahala bacaannya buat mayat; atau dia berniat, tetapi tidak berdoa untuknya.
Membaca ayat-ayat Al Qur’an yang telah dihafal di hadapan mayat
Imam Syafii dan murid-muridnya telah me-nash-kan bahwa disunatkan membaca Al Qur’an yang telah dihafal di hadapan mayat yang bersangkutan dan berdoa sesudahnya. Dikatakan demikian karena saat seperti itu merupakan suatu saat yang diharapkan dapat dikabulkannya doa, dan lagi mayat pasti memperoleh berkah dari bacaan tersebut; perihalnya sama dengan orang hidup yang menghadiri bacaan itu.
Ibnu Shalah mengatakan bahwa dianjurkan memantapkan permohonan manfaat doa melalui kalimat, “Ya Allah, sampaikanlah pahala apa yang telah kami baca ini buat si Fulan,” yakni pahala yang semisal dengan apa yang diperolehnya, sekalipun tidak disebutkan besarnya. Karena sesungguhnya apabila suatu doa dapat memberi manfaat kepada orang lain, maka terlebih lagi manfaatnya buat yang berdoanya.
Ketentuan seperti ini diberlakukan pula dalam semua amal, misalnya salat, puasa, dan lain-lain.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani