Ada beberapa hal atau perkara yang bisa mewajibkan seseorang harus mandi besar, yaitu:
1. Memasukkan penis ke vagina.
Masuknya itu semua penis, kalau masuknya sepotong walupun yang sepotong itu sama dengan semua orang itu tidak wajib adus (mandi). Tetapi kalau orang yang tidak ada penis, apakah itu dari lahirnya atau buntung, itu samakan saja dengan penis orang lain yang perawakannya sama dengan orang tersebut. Masuknya penis ke vagina, vaginanya itu mutlak, apakah vagina perempuan atau vagina binatang atau ke dubur wanita itu wajib adus (mandi), walaupun ke dubur hewan yang mati ataupun hidup.
Tetapi hewan tidak wajib adus (mandi) sebab tidak di taklif oleh syara’. Sekarang apabila orang memperkosa hewan, tidak wajib memandiin hewan tersebut. Apabila mayit yang sudah diadusin (dimandiin) kemudian ada yang menjima’ maka tidak wajib diadusin (dimandiin lagi). Atau apabila mayitnya lelaki, kemudian penisnya dimasukan ke vagina perempuan yang masih hidup, maka mayit tersebut tidak wajib dimandiin (diadusin).
Jika ada vagina yang besar, sekira-kiranya lelaki masuk, baik penisnya ataupun seluruh badannya, maka yang memasukkan dan yang dimasukin wajib adus (mandi) dua-duanya.
2. Keluar mani.
Apakah keluarnya tersebut ketika tidur ataupun tidak, apakah dari lubang yang biasa ataupun tidak biasa, ketutupan dan keluarnya harus balikan duluan. Jadi kalau keluarnya mani orang seperti keluarnya mani lelaki di dalam vagina atau dubur perempuan. Seperti seorang perempuan dijima’ di dubur, setelah mandi (adus) keluar dari duburnya mani laki-laki, maka adusnya (mandinya) tidak harus diulang lagi.
Begitu juga apabila laki-laki berjima’, lalu mandi tetapi setalah mandi keluar lagi mani dari duburnya maka itu juga tidak harus mengulang lagi. Kalau perempuan di jima’ di farji nya, ketika sudah mandi (adus) keluar mani dari farji itu tafsil. Kalau wanita tersebut di jima’ ada syahwat, baligh, bangun serta tidak dipaksa itu wajib harus adus (mandi) lagi, karena menurut hukum dohir mani itu campur antara mani dirinya dan mani lelaki.
Tetapi ketika dijima’ nya tidak ada syahwat misalkan wanita itu masih kecil atau dijima’nya ketika tidur atau dipaksa itu tidak harus adus (mandi). Dalam masalah yang keluar dari farji perempuan selain air mani ada yang disebut madzi, itu najis tapi tidak wajib adus (mandi). Warnanya agak kuning dan kental, biasanya keluarnya itu ketika ada syahwat atau keluarnya tersebut kebanyakan di perempuan ketika dipermainkan oleh lelaki, misalkan diciumi, dirangkul. Nah setelah keluar madzi, tidak boleh dijima; dulu sebelum dicebokin. Karena nantinya apabila keluar mani, maninya menjadi najis.
Apabila ada kasus seseorang melihat di pakaiannya was was apakah madzi atau mani, maka tergantung orang tersebut. Kalau dia menekad kan bahwa itu adalah mani, maka dia wajib mandi, sebaliknya kalau dia menekad kan kalau itu adalah madzi, maka wajib wudhu dan wajib dibersihkan madzi yang ada di pakaiannya, serta solatnya yang sudah terlewat wajib di qodo.
3. Keluar darah haid.
Tegasnya dimana-mana putus darah. Dan lagi yang disebut darah haid adalah darah yang keluar dari ujungnya rahim perempuan dalam waktu-waktu yang ditentukan, serta keluarnya darah haid dimana-mana umur sembilan tahun. Yang disebut rahim ialah kulit seperti kantong, lubangnya kecil dan lubangnya berdekatan/menepati lubang farji. Ketika dijima’ dan bertepatan lobang terbuka sambil air maninya bertelur, maka langsung jadi anak, nah rahim tersebut akan tertutup rapat, tidak akan kemasukan mani yang lain. Apabila keluar darah itu bukan masanya/saatnya/belum umurnya haid maka itu namanya bukan darah haid, tapi darah istihadoh atau darah penyakit.
4. Nifas.
Darah haid yang ngumpul yang keluar setelah kosongnya rahim atau setelah keluarnya bayi/setelah melahirkan. Apakah melahirkan anak, ataupun keguguran, yang berupa darah kental atau sepotong daging. Nah haid dan nifas tersebut harus adus (mandi) setelah suci, apabila belum suci jangan dulu adus (mandi).
5. Melahirkan
Setelah melahirkan wajib adus, dan harus setelah keluar badan bayi semuanya, kalau belum keluar semua badannya/sepotong itu tidak wajib adus. Atau sudah keluar sepotong tetapi masuk lagi, maka itu tidak wajib adus. Sedangkan apabila anaknya kembar, maka ketika bayinya keluar satu itu boleh adus
6. Meninggal
Itu juga yang bukan mati syahid dunia akhirat, karena yang demikian diadusin (dimandiin) juga haram, seperti yang dikatakan Rasulullah bahwa orang yang mati syahid akan wangi seperti minyak misik di hari kiamat Dan wajibnya memandiin/mengadusi itu adalah bagi orang yang hidup. Kalau ada anak dikandung baru 6 bulan, terus lahir tidak ada nyawanya bahkan tidak ada ciri-cirinya hidup itu juga wajib dimandiin (diadusin). Kafir yang meninggal tidak wajib dimandiin, tetapi kalau dimandiin juga tidak apa-apa.
Jadi kesimpulannya yang mewajibkan adus yang 6 itu terbagi ke dalam 2 bagian :
a. Untuk laki dan perempuan seperti memasukkan penis ke farji, keluar mani dan meninggal.
b. Untuk perempuan saja ; haid, nifas, dan melahirkan.