Sebenar-benarnya orang ahli ma’rifat sering kembali lagi untuk melaksanakan urusan dunia. Misalnya mengerjakan keharusannya/kewajibannya untuk menafkahi anak istri, atau melaksanakan ibadah kepada Allah.
Setelah ma’rifat terus akan melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan diri (turun dari ‘arsyal ma’rifati ke samaail huquuqi atau ke ardhal hudhuuri). Nah turunnya itu ingin dibarengi dengan cahaya serta petunjuk, sehingga kembali lagi ma’rifat. Seperti keadaan ma’rifat berangkat dari atsar, sambil hatinya dijaga dari melihat urusan dunia, serta ditinggikan cita-cita, sehingga tidak ingin bersandar kepada urusan dunia, Allah Yang Kuasa menghendaki segala perkara.
“Ya Allah, kehinaanku ini muncul di hadapan-Mu, tingkahku begini adanya seperti terlihat oleh-Mu, tidak samar dari-Mu. Aku hanya meminta kepada-Mu agar bisa wushul ke hadhrah-Mu dan bersama-Mu. Aku mencari dalil terhadap keagungan-Mu, tidak dengan yang lainnya. Semoga Engkau memberikan petunjuk kepadaku, dibarengi dengan cahaya-Mu, untuk menuju kepada-Mu. Dan semoga Engkau menjadikan aku dengan menjalankan kejujuranku dihadapan-Mu.”
Doa diatas menjelaskan atau mengemukakan tentang pengakuan ‘abdi dihadapan Allah, dengan kehinaannya yang sangat, serta menyatakan akan butuhnya ‘abdi kepada Allah.
Allah swt sudah memberikan kemulyaan kepada sebagian makhluk (manusia), dengan mengungguli sebagian yang lainnya. Sehingga firmannnya jadi menghiasi hati, pendengaran, serta agung tapaknya dan manfaatnya.
Nah ini merupakan buah dari menyatakan hinanya diri dihadapan Allah. “Kalian harus menghinakan diri dihadapan orang yang dibutuhkan oleh kalian untuk menghasilkan keagungan”
Keagungan sudah dihasilakan oleh orang-orang yang menyatakan dirinya hina.
Jadi kita harus meminta kepada Allah swt agar bisa wushul serta ingin diberi petunjuk, yang dipenuhi dengan cahaya-Nya. Ingin diberi kemampuan bisa jujur dihadapan Allah, sambil menyatakan kehinaan diri dan kebutuhan diri, serta memerlukan pemberian-Nya.