Mengeluarkan zakat dan seumpamanya harus didahulukan (misalnya biaya mengqadha, ibadah haji, kifarat dan nadzar) dari tirkah orang yang berutang sekira tidak mencukupi tirkah itu untuk memenuhi kewajibannya dari hak-hak manusia dan hak-hak Allah, misalnya kifarat (sumpah dan sebagainya), mengqadha ibadah haji, nadzar, dan zakat.
Karena ada hadis sahih, “Adapun utang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.”
Sebab membayar hak Allah itu selain memenuhi kewajiban kepada Allah, juga dipergunakan untuk kepentingan manusia. Menurut satu kaul lagi, harta tirkah itu harus dibagi 2 bagian. Sebagian untuk memenuhi hak Allah dan sebagian untuk hak manusia.
Seperti halnya bila berkumpul dua hak itu atas kewajiban seseorang yang masih hidup yang hartanya tidak disita (oleh pemerintah, maka membayar zakat harus didahulukan. Kalau hartanya disita oleh pemerintah karena utangnya banyak, maka membayar utang kepada manusia yang didahulukan). Bila pada diri seseorang berkumpul beberapa hak Allah (sedangkan hartanya sedikit), maka zakatlah yang lebih dahulu harus dibayar, jika bukti barang dan keadaan nisabnya masih tetap bertalian.
Apabila tidak bertalian dengan bukti barangnya (bahkan hanya dalam tanggungannya) karena hartanya sudah rusak, padahal sudah memenuhi nisab dan sudah dapat dibagikan, maka hukum mengeluarkan zakatnya sama dengan selainnya (dari hak-hak Allah seperti kifarat dan sebagainya). maka harta tirkah itu harus dibagikan pada semua hak-hak Allah yang wajib dipenuhi.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani