Inilah Hukum Berdoa Ketika Khutbah Jumat

Rukun khotbah yang kelima adalah membaca doa untuk kepentingan akhirat bagi kaum mukminin, walaupun tidak menyebutkan untuk mukminat (sudah tercakup oleh mukminin). Berbeda dengan paham Adzra’i, walaupun dengan ucapan Rahimakumullah (semoga Allah memberikan belas kasih kepada kamu sekalian).

Demikian pula cukup misalnya dengan Allaahumma ajirnaa minannaar (Ya Allah, selamatkanlah kami dari api neraka), bila bermaksud mengkhususkan kepada hadirin pada khotbah yang kedua, sebab mengikuti jejak ulama salaf dan khalaf.

Adapun mendoakan pemerintah dengan mengkhususkan kepada seseorang, tidaklah disunatkan, sesuai dengan kesepakatan para ulama, kecuali takut fitnah maka wajib mendoakannya. Kalau tidak ada fitnah, tidak apa-apa sekira tidak berlebihan menerangkan sifat-sifatnya. Tidak boleh menerangkan sifatnya dengan sifat yang palsu, kecuali karena darurat (adapun mendoakan pemimpin muslimin dan pemerintahannya secara umum, tidak khusus kepada seseorang, adalah sunat).

Disunatkan secara pasti berdoa untuk para pemimpin sahabat Nabi saw (misalnya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan sebagainya). demikian pula berdoa untuk para pemimpin muslimin dan bala tentaranya dengan kemaslahatan, pertolongan Allah, dan memegang teguh keadilan.. sebagaimana sabda Nabi saw, “Janganlah kamu sekalian mengacaukan hatimu dengan memaki-maki para raja (pembesar), melainkan mendekatlah kamu sekalian kepada Allah swt dengan berdoa untuk mereka, tentu Allah menghaluskan hati mereka atau kamu sekalian.” (Riwayat Bukhari dari Siti Aisyah r.a)

Hasan Bashri (pembesar tabiin) berkata, “Apabila kamu mengetahui doa yang diijabah, tentu aku mengkhususkannya kepada sultan (pemerintah), sebab kebaikan pemerintah itu untuk umum, sedangkan selainnya untuk khusus.

Menguraikan sifat-sifat pemerintah, tidak memutuskan muwalat, selama penguraiannya tidak dianggap berpaling dari khotbah. Pada pertengahan khotbah disyaratkan agar tidak memanjangkannya sehingga dapat memutuskan muwalat, sebagaimana yang dikerjakan oleh para khatib yang bodoh.

Kalau seseorang meragukan tertinggal fardu (rukun) khotbah sesudah khotbahnya selesai, maka hal itu tidak berpengaruh apa-apa, sebagaimana tidak berpengaruh apa-apa seandainya ragu meninggalkan fardu sesudah selesai salat atau wudu.

Scroll to Top