Bolehkah Sebelum Menikah Melihat Kondisi Fisik Calon Pasangan

Sebelum lamaran dilakukan, masing-masing pihak yang telah bersepakat akan melangsungkan pernikahan disunatkan agar melihat keadaan pasangannya kecuali aurat yang harus ditutupi dalam salat. Untuk itu, seorang lelaki boleh melihat wanita merdeka pada bagian wajahnya untuk mengetahui kecantikannya, juga bagian luar dan dalam kedua telapak tangannya untuk mengetahui kesuburan tubuhnya. Sehubungan dengan masalah ini Nabi saw bersabda:

“Bila seseorang di antara kalian hendak melamar seorang wanita, tiada dosa baginya melihat itu sekalipun tanpa sepengetahuannya.”

Ibnun Najjar dan yang lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Al Mughirah ibnu Syu’bah yang mengatakan:

Aku melamar seorang gadis dari kalangan Anshar, lalu kuceritakan hal itu kepada Nabi saw. Maka beliau bertanya kepadaku, “Apakah kamu telah melihatnya?” aku jawab, “belum”

Nabi saw bersabda, “Lihatlah dia, karena sesungguhnya hal ini akan lebih melestarikan cinta dan kerukunan di antara kamu berdua.”

Maka aku datang kepada mereka (keluarga si gadis) dan kuutarakan maksudku kepada kedua orang tuanya, tetapi ibu bapaknya hanya saling memandang satu sama lainnya, maka aku pun keluar. Tetapi tiba-tiba si gadis (dari dalam kamar) berkata, “temukanlah aku dengan lelaki itu!”

Aku berdiri di salah satu bagian kemahnya, dan ia berkata, “Jika Rasulullah saw telah memerintahkan kamu untuk melihatku, silakan melihat. Tetapi jika tidak ada perintah darinya, aku merasa enggan mengizinkanmu melihatku.”

Lalu aku melihatnya dan mengawininya. Ternyata aku sama sekali belum pernah mengawini seorang wanita yang lebih kucintai daripada dia, dan tiada yang lebih kumuliakan selain darinya; sesungguhnya aku telah kawin sebanyak 70 kali.

Sedangkan yang boleh dilihat dari bagian tubuh budak perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali anggota badan antara pusar dan kedua lutut.

Kedua belah pihak (yang akan menjadi pasangan suami istri) diperbolehkan saling melihat selain bagian anggota tersebut dari pasangannya masing-masing.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Related Posts