Apabila seorang sultan, sekalipun orang kafir atau orang yang berkuasa selain sultan di suatu negeri yang pengaruhnya hanya meliputi negeri tersebut, mengangkat seseorang menjadi kadi, padahal dia bukan ahlinya. Umpamanya orang yang diangkatnya itu hanya seorang muqallid, atau orang yang tidak mengerti masalah peradilan; atau orang yang fasik, padahal sultan sendiri mengetahui kefasikannya; atau sultan tidak mengetahui kefasikannya, hanya menduga orang yang diangkatnya itu akan bersikap adil umpamanya, (seandainya dia mengetahui kefasikannya, niscaya dia tidak akan mengangkatnya menjadi kadi).
Dalam kasus seperti ini, menurut makna lahiriah yang telah ditetapkan oleh ulama, keputusan kadi tersebut tidak dapat dilaksanakan (karena kurang memenuhi syarat sebagai kadi). Demikian pula halnya seandainya kadi yang bersangkutan menambah perbuatan fasik, atau melakukan perbuatan fasik lainnya di samping predikat fasik yang disandangnya.
Sebagian ulama ada yang menetapkan bahwa pengangkatannya itu dianggap sah, sekalipun orang yang mengangkatnya tidak mengetahui kefasikannya.
Contoh lain bagi orang yang tidak layak menjabat sebagai kadi ialah seperti budak, wanita, atau seorang tuna netra. Menurut pendapat yang dapat dipegang, pengangkatan tersebut dianggap sah, dan keputusannya dapat dilaksanakan sekalipun di tempat tersebut terdapat seorang mujtahid tulen lagi adil.
Untuk itu, keputusan yang ditetapkan oleh kadi yang diangkat sultan atau orang yang kuat dapat dilaksanakan karena keadaan darurat. Yang lebih penting lagi ialah demi memelihara agar kemaslahatan umum tidak terbengkalai. Sekalipun banyak ulama yang mempersengketakan masalah di atas, sehubungan dengan orang yang fasik, mereka mengemukakan pembahasannya dengan panjang lebar dan dibenarkan oleh Az Zarkasyi.
Pengangkatan qadi muqallid dinyatakan tidak sah bila terdapat seorang mujtahid
Qadi yang muqallid, yakni pengangkatannya tidak sah jika di tempat yang bersangkutan terdapat seorang mujtahid. Bila ternyata di tempat tersebut tidak ada seorang mujtahid pun, maka pengangkatan kadi seorang muqallid dianggap sah, sekalipun yang mengangkatnya bukan orang yang mempunyai kekuatan.
Demikian pula halnya orang yang fasik. Tetapi jika di tempat tersebut terdapat seorang yang adil, pengangkatannya sah apabila yang mengangkatnya adalah orang yang berkuasa. Jika yang mengangkatnya bukan penguasa, maka pengangkatannya dianggap tidak sah.
Pengertian yang samadapat disimpulkan dari pendapat Ibnu Rif’ah, yaitu: Apabila di tempat tersebut tidak terdapat seorang pun yang layak untuk menjabat sebagai kadi, maka pengangkatan orang yang tidak layak pun dianggap sah.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani