Inilah Pahala Ibadah Haji Yang Mabrur

Ibadah haji merupakan sebagian syariat yang dahulu. Diriwayatkan bahwa Nabi Ada a.s. pernah berhaji 40 kali dari tanah India dengan berjalan kaki. Sesungguhnya malaikat Jibril pernah berkata kepada beliau “Sesungguhnya para malaikat sudah berthawaf sebelum Tuan berada di Baitullah ini sejak tujuh ribu tahun yang lampau.”

Syeikh Ibnu Ishaq berkata: “Tidaklah Allah mengutus Nabi sesudah Nabi Ibrahim a.s. kecuali berhaji.” Menurut penjelasan lain “Sesungguhnya tiada seorang Nabi pun kecuali sudah berhaji.” Berbeda dengan pendapat orang yang mengecualikan Nabi Hud dan Shalih. Salat itu lebih afdhal daripada ibadah haji, berbeda dengan Al Qadhi (perlu diketahui, menurut keterangan Hasan dalam risalahnya sebagai berikut, “Rasulullah saw telah bersabda bahwa kuburan Nabi Nuh, Nabi Hud, Syu’aib, dan Nabi Shalih ialah antara Rukun Yamani, Makam Ibrahim, dan Zam-Zam).

Ibadah haji difardukan pada tahun keenam, menurut kaul yang lebih benar. Nabi Muhammad saw pernah berhaji sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi. Sebelum hijrah beliau melakukan beberapa kali ibadah haji, tidak diketahui hitungannya; sesudah hijrah bliau hanya melakukan satu kali, yaitu haji wada’.

Dinyatakan dalam hadis, “Barang siapa yang menunaikan haji ke Baitullah, maka dihapus semua dosanya, laksana baru dilahirkan ibunya.”

Ibnu Hajar mengatakan, “(Kata Nabi), ‘laksana baru dilahirkan ibunya’ itu meliputi segala dosa yang berkaitan dengan makhluk.’

Juga hadis yang menjelaskan tentang hal tersebut dalam suatu riwayat. Akan tetapi, zhahir perkataan mereka (fuqaha) berselisih mengenai pendapat itu (yang diampuni semua dosanya termasuk yang bertalian dengan makhluk, dan mereka yang menganggap diampuni dosa terhadap Allah semata-mata). Pendapat yang pertama lebih sesuai dengan zhahirnya hadis, sedangkan pendapat kedua lebih sesuai dengan kaidah hukum (hak yang bertalian dengan Allah dibentuk atas kemurahan, sedangkan hak Adami dibentuk atas kesulitan, yang tidak diampuni kecuali atas ridanya).

Demikianlah penjelasan dari kami tentang riwayat disyariatkannya ibadah haji, semoga penjelasan di atas bermanfaat bagi kita semua di dunia maupun di akhirat. Dan semoga kita semua bisa melaksanakan ibadah haji ke Baitullah serta menjadi haji mabrur, amin.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Related Posts