Nadzar itu ialah mewajibkan seorang muslim dewasa yang mengerti akan perbuatan ibadah yang tidak ditentukan (tidak fardu ‘ain bagi dirinya), pekerjaan sunat atau fardu kifayah, umpamanya menetapkan salat sunat witir, menengok orang sakit, berziarah kubur, dan kawin bagi laki-laki sekira disunatkan baginya, (berbeda dengan pendapat banyak ulama, yang berpendapat tidak san nadzar kawin, sebab asal hukumnya mubah, kecuali kalau jatuh nadab). Begitu juga puasa pada hari-hari putih (tanggal 13, 14, 15) dan hari senin.
Kalau hari-hari tersebut jatuh pada hari Tasyriq, tetapi sedang haid, nifas atau sakit, maka tidak wajib qadha, misalnya salat jenazah atau mengurus mayat.
Apabila bernadzar puasa pada hari-hari tertentu, tidak boleh puasa hari sebelumnya. Berdosa bila ia mengerjakannya, berdosa pula apabila mendahulukan salat sebelum waktu yang ditentukan dan tidak boleh pula mengakhirkan hari tertentu itu, seperti halnya mengakhirkan salatnya tanpa udzur. Bila ia mengerjakan (mengakhirkan puasanya itu), sah dan termasuk mengqadhanya. Kalau nadzar puasa hari kamis yang tidak ditentukan, maka mencukupi apabila melaksanakannya pada hari kamis kapan saja.
Bila bernadzar melakukan salat, maka wajib salat dua rakaat dengan berdiri bagi yang mampu; atau nadzar puasa, maka wajib puasa sehari; atau nadzar beberapa hari, maka wajib puasa 3 hari; atau nadzar akan bersedekah, maka wajib bersedekah dengan harta yang berharga, walaupun sedikit.
Wajib memberikan harta itu kepada orang merdeka yang miskin, selama ia tidak menentukan kepada orang tertentu atau penduduk kampung tertentu. Bila ia menentukan, maka wajib memberikannya kepada orang yang ditentukannya itu. Tidak wajib menentukan tenpat tertentu atas puasa dan salat, dan tidak wajib pula menentukan waktu atau sedekah.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani