Kulit bangkai menjadi suci karena disamak yang sebelumnya dibersihkan dahulu (lemaknya) dan direndam dalam air, selama tidak menimbulkan bau busuk dan rusak.
Termasuk najis, yaitu anjing, babi dan anak dari kedua hewan tersebut, baik antara anjing dan anjing, anjing dengan babi, ataupun dengan hewan lain (walau dengan manusia). Adapun ulat bangkai anjing dan babi adalah suci (sebab ulat bukan berasal dari bangkai itu, melainkan anak ulat yang lahir padanya). Demikian pula sarang laba-laba, suci menurut kaul yang masyhur seperti yang dikatakan oleh Syeikh Subku dan Adzra’i.
Pengarang kitab ‘Uddah dan Hawi menetapkan sarang laba-laba adalah najis. Begitu juga suci setiap sesuatu yang keluar dari kulit, misalnya keringat ular hidup. Demikian menurut fatwa sebagian ulama.
Akan tetapi, ada yang berpendapat, “Hal itu membutuhkan pemikiran lagi, bahkan yang lebih mendekati kebenaran adalah bahwa barang itu najis, sebab merupakan sebagian dari badan yang terpisah dari hewan hidup. Hal itu seperti bangkainya saja (najis”)”.
Kalau anjing dan babi bersetubuh dengan perempuan, lalu melahirkan anak berupa manusia, maka anak itu najis. Walaupun demikian, ia dituntut melaksanakankewajiban shalat dan yang lainnya.
Yang jelas, ia dimaafkan dari setiap perkara yang terpaksa bersentuhan dengan orang lain, misalnya bersentuhan dengan istri atau saudaranya. Dia boleh menjadi imam shalat, sebab tidak diwajibkan baginya mengulangi shalat; boleh masuk ke mesjid untuk shalat berjamaah dan ibadah lainnya selama tidak membasahi masjid (jadi badannya harus kering).
Dalam kitab Bujairimi diterangkan bahwa anak tersebut suci, oleh karena itu boleh masuk ke masjid meskipun membasahi masjid, bersentuhan dengan orang lain, dan sebagainya. hanya, ia tidak boleh kawin dengan orang selain dengan seseorang dari bangsanya, sebab orang tuanya bukan manusia.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani