Hukum Mengqadha Puasa Bagi Orang Yang Sudah Meninggal Dunia

Tidak termasuk dalam perkataan tanpa ‘udzur ialah bila mengakhirkan qadha karena udzur, seperti tetapnya dalam perjalanan (karena jarak jauh, tidak mengerti harus segera mengqadhai, atau lupa qadha), lama sakitnya (beberapa tahun), atau menyusui sampai tahun ke depannya. Maka, tidak ada kewajiban apa-apa baginya selain qadha selama udzur itu masih ada walaupun beberapa tahun.

Apabila mengakhirkan qadha puasa ramadhan serta memungkinkan melaksanakannya (karena tidak udzur) sehingga masuk tahun berikutnya lalu ia mati, maka harus dikeluarkan fidyah dua mud dari tirkahnya untuk setiap hari. Satu mud karena qadha dan satu mud lagi karena denda mengakhirkan qadha (yang demikian itu) kalau kerabatnya atau orang yang diizinkannya tidak mengqadhainya. Kalau mengqadhakannya, maka wajib fidyah satu mud karena mengakhirkan qadha.

Menurut kaul jadid Imam Syafii, “Puasa tidak boleh diqadhakan secara mutlak (baik mayat itu sebelum mati memungkinkan melaksanakan qadha maupun tidak), bahkan harus dikeluarkan dari tirkah (untuk fidyah) setiap hari satu mud makanan. Demikian pula masalah puasa nadzar dan kifarat.”

Sebagaimana sabda Nabi saw, “Barang siapa yang mati sedangkan dia mempunyai kewajiban mengqadha puasa bulan ramadhan, maka setiap hari wajib dikeluarkan makanan (dari harta peninggalannya) untuk orang miskin.”

Sabdanya juga, “Barang siap yang mati sedangkan ia mempunyai kewajiban puasa, maka berpuasalah walinya untuk mayat itu.” (Riwayat Muslim)

Imam Nawawi sependapat dengan banyak ulama ahli tahqiq dalam mengesahkan kaul qadim yang mengatakan, “Sesungguhnya tidak ada ketentuan harus mengeluarkan makanan (fidyah) pada mayat itu, bahkan walinya boleh mengqadha puasa baginya.”

Sabda Nabi saw kepada seorang wanita yang bertanya tentang ibunya yang meninggal, sedangkan ia mempunyai kewajiban puasa nadzar, apakah ia berpuasa untuk ibunya? Nabi saw menjawab, “Bepuasalah kamu untuk ibumu!” (Riwayat Muslim)

Kemudian kalau mayat meninggalkan harta, maka wajib dilaksanakan salah satunya (qadha atau fidyah). Kalau tidak ada tirkahnya, disunatkan (kepada walinya mengerjakan salah satu dari qadha atau fidyah). Sedangkan fidyah makanan diberikan kepada fakir dan miskin. Boleh memberikan beberapa mud kepada seorang fakir atau miskin.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top