Syarat hewan yang akan disembelih yang tidak sakit itu haruslah mempunyai hayat mustaqirrah pada permulaan disembelihnya walaupun dengan sangkaan, misalnya gerakan yang kuat sesudah disembelih atau hanya satu gerakan saja, menurut kaul yang mu’tamad.
Tanda hayat mustaqirrah adalah dengan memancar dan mencurahkan darah bila sangkaannya menguatkan tetapnya hayat mustaqirrah itu pada pancaran atau curahan darah. Bila ia ragu pada tetapnya hayat mustaqirrah karena ada tanda-tandanya, maka hewan itu haram.
Menurut keterangan kitab Bajuri:
- Hewan yang memakan makanan yang memudaratkan atau memabukkan, dilukai binatang buas, tertimpa bangunan, atau burung yang digigit kucing, disyaratkan adanya hayat mustaqqirah itu.
- Jika hewan itu sakit atau kelaparan dan tinggal hayat mustamirrah (yang sebentar lagi bisa mati), boleh disembelih walaupun tidak memancarkan darah dan tidak dapat bergerak dengan keras.
Kalau ada hewan dilukai oleh hewan lainnya atau terjatuh padanya benda sejenis pedang atau digigit kucing, bila keadaannya masih tetap hayat mustaqirrah lalu disembelih, maka hewan itu halal walaupun ia meyakini bahwa hewan itu sebentar lagi akan mati.
Kalau hewan itu tidak dalam keadaan hayat mustaqirrah, tidak halal, sebagaimana kalau memotong lagi sesudah diangkat atau dicabut pisau (yang sedang dipakai menyembelih) walaupun karena udzur (seperti karena tangannya bergerak sehingga pisau itu sampai terlepas dari leher hewan; atau mengambil pisau lainnya yang tajam, dan sebagainya) untuk memotong sisa (bagian) tenggorokan (yang belum terpotong) sesudah sampai pada harkat atau gerakan yang disembelih.
Menurut Ibnu Hajar , kalau orang mengangkat tangannya, misalnya karena gerakan hewan itu, lalu ia segera mengulanginya dan menyempurnakan sembelihannya, maka hewan itu halal.
Mengenai perkataan ulama, “Kalau mengangkat tangannya kemudian mengulanginya, tidak halal,” hal itu merupakan cabang dari keterangan tidak adanya hayat mustaqirrah ketika mengulanginya atau disesuaikan dengan ketika ia tidak segera mengulangi. (menurutt pendapat sebagian ulama, kalau mengangkat tangannya karena gerakan hewan itu, lalu ia segera mengulanginya dan menyempurnakannya, maka hewan itu halal).
Hal tersebut diperkuat fatwa yang tidak dikeluarkan seorang raja, yaitu kalau pisaunya lepas, lalu segera mengulanginya, maka hewan itu halal.
Kalau hewan itu sampai pada gerak yang disembelih lantaran sakit sekalipun karena memakan tanaman atau rumput yang memabukkan, maka cukup menyembelihnya pada sisa akhir rohnya, bila tidak didapatkan sesuatu yang mendatangkan kerusakannya atau kematiannya, baik berupa luka ataupun yang sejenisnya.
Apabila hewan itu didapati memakan tanaman atau rumput yang menyebabkan kematiannya, maka pada hewan itu disyaratkan adanya hayat mustaqirrah ketika mulai menyembelihnya, walaupun hanya dugaan saja dengan tanda-tanda sebagaimana telah diterangkan sesudah disembelih (memancar darah atau bergeraknya kuat).
Barang siapa yang menyembelih hewan karena mendekatkan diri kepada Allah swt untuk menolak kejahatan jin padanya, hal itu tidak haram. Tetapi kalau maksudnya untuk jin, amka haram menyembelihnya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani