Ada 10 perkara yang diharamkan bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, yaitu :
- Sholat
Tegasnya wanita yang sengaja sholat sedangkan dia tahu haram hukumnya. Dan tidak sah sholatnya wanita yang haid walaupun lupa atau karena bodoh. Dan tidak wajib bagi wanita haid meng qodo sholat, bahkan kalau di qodo maka makruh hukumnya (sholat yang dilakukannya menjadi sunat, tetapi tidak mendapat pahala menurut qoul yang mu’tamad).
Apabila diwajibkan qodo solat bagi wanita haid, akan terbayang repotnya. Berbeda dengan puasa yang wajib di qodo apabila telah suci. Seperti yang diceritakan oleh Siti ‘Aisyah “saya diperintah oleh Rasulullah mengqodo puasa yang tertinggal karena haid, dan tidak diwajibkan mengqodo sholat.”
- Thowaf
Diam di mesjid bagi perempuan haram, begitu juga dengan thowaf, sebab thowaf itu didalam mesjid. Kan pokok nya rukun haji paling besar adalah wukuf di ‘Arofah, diperbolehkan bagi orang yang haid juga.
- Memegang quran
Wanita haid tidak boleh memegg Al Quran, karena sama halnya dengan orang yang mempunyai hadast kecil, begitu juga bagi orang junub. Walaupun memegangnya sisinya saja atau yang lowongnya diantara baris dan baris, dan kertas kososng diantara jilid awal dan jilid akhir yang menempel di mushaf. Dan haram memegang quran walaupun pake penghalang (tebal juga). Karena memegang quran dengan memiliki hadast sama saja dengan tidak menghormat quran.
Kalau hukumnya wanita haid memegang atau membawa kitab-kitab fikih atau bukan kitab fikih yang menerangkan ilmu, sedangkan kitab tersebut ada 1 ayat Al Quran atau pakaian yang disulam dari al quran, atau uang dinar dan dirham yang ada ukiran al quran, atau bilik, atau makanan, dll, menurut mazhab yang shoheh iu diperbolehkan memegangnya, karena sebenar-benarnya yang diatas itu bukan Al Quran. Tetapi ada qoul yang mengharamkan juga.
Apabila kitab tafsir & fiqih, kalau didalamnya lebih banyak quran nya daripada tafsir dan fiqihnya maka itu haram dipegang dan dibawa oleh orang yang punya hadast, tetapi kalau quran nya lebih sedikit, maka menurut qoul yang shoheh itu tidak haram, tetapi ada juga yang memakruh kan.
Ada juga qoul yang tafsil, kalau quran dibedakan nulisnya seperti dibesarkan atau ditulisnya warna merahitu haram, dan kalau tidak dibedakan tidak haram. Jika kitab-kitab hadist Rasulullah saw yang tidak ada ayat quran, maka itu tidak haram memegangnya. Tetapi utamanya ketika kita akan memegang kitab harus suci.
- Membawa quran
Haram bagi wanita yang hadi dan nifas membawa Al Quran. Kalau nyimpen wanita haid ditangannya sambil ditumpangkan quran atau tafsir maka itu hukum nyimpennya seperti cara membawa saja.
Menurut pendapat Imam Nawawi kalau ada orang yang hadast atau junub atau sedang haid memegang quran atau membuka quran pakai kayu dan yang lainnya itu ikhtilaf. Menurut qoul yang dhohir boleh, karena ulama ‘iro qiyun sudah pasti bahwa sebenar-benarnya bahwa orang yang punya hadast bukan membawa dan bukan memegang. Menurut Imam Rofi’i itu haram karena sebenar-benarnya orang yang hadast tersebut bisa dibilang membawa lembaran, dan selembar itu sama saja dengan semuanya
Apabila orang yang punya hadast membuka quran dengan dialasi tangan bajunya, dan membolak-balik lembaran, maka itu hukumnya haram, dan tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama.
Yang dimaksud membuka-buka quran pake telunjuk yaitu telunjuknya ditekankan ke quran terus digeserkan ke samping sampai terbuka, atau lembarannya sedang berdiri lalu dikebawahin, hal seperti itu tidak haram. Kalau telunjuknya itu dicolekkan/ditempelkan ke lembaran sampai terangkat/terpisah, maka itu haram hukumnya, sebab itu terbilang membawa quran pake telunjuk.
- Diam di mesjid
Haram bagi yang sedang haid, junub, nifas diam didalam mesjid, atau bolak-balik di mesjid seperti yang dikatakan oleh Rasulullah : “tidak menghalalkan kami ke mesjid bagi orang wanita yang haid, orang yang junub”.
Yang termasuk mesjid diantaranya awang-awangnya mesjid, barang-barang yang menempel ke mesjid misalkan lotengnya, atau empernya, dan dahan pohon kayu. Asalnya pohon kayu adanya di luaran mesjid, dahannya nyandar ke atasnya mesjid. Sedangkan pohon dan dahannya yang ada di luar itu tidak termasuk, tidak haram. Yang termasuk mesjid juga yaitu emper-empernya mesjid atau pelataran.
Faidah : tidak apa-apa tidur di mesjid bagi orang yang single, tapi jangan kalau junub.. di zaman Rasulullah ada yang namanya ahlus sufah, yang keadaaanya zuhud, fakir, dan mengembara, diamnya juga di emperan mesjiddan sering tidur di mesjid dijaman sahabat dulu.
Tapi haram hukumnya tidur di mesjid kalau memenuhi tempat orang yang sholat, bahkan membangunkan orang yang tidur di mesjid, sambil tidurnya itu ada di baris yang pertama atau didepan orang yang sholat.
Tidak penting/pantas shodaqoh didalam mesjid, kalau kita melihat orang yang shodaqoh dimesjid, maka kita wajib ingkar, kalau kita mampu kita harus melarangnya. Makruh juga meminta-minta di mesjid, malah akan jadi haram kalau minta-minta itu menghalangi orang yang sholat atau jalan didepan yang sedang sholat, atau melangkahi yang minta-minta itu ke orang yang sholat, melangkahnya itu ke pundaknya, kecuali boleh melangkahnya itu apabila didepannya ada yang kosong. Haram juga meloncat-loncat dimesjid walaupun sambil berzikir.
- Membaca quran
Haram bagi wanita haid, nifas, atau orang junub membaca Al Quran walaupun satu ayat atau setengah ayat. Boleh orang yang haid dan junub membaca al quran didalam hati, tidak boleh diucapkan. Boleh juga orang haid, nifa, junub melihat dan membolak-balik quran didalam hati. Sudah ijma’ para ‘ulama bahwa diperbolehkan wanita haid membaca tahlil tasbih, takbir, baca sholawat ke Nabi Muhammad saw dan lain sebagainya.
Serta boleh orang yang menyuruh ke orang lain dengan mengucapkan yaa yahyaa Khudzilkitaba biquwwah asal jangan dituju quran atau baca Innalillahi wainna liaihi rooji’un ketika mendapatkan musibah, atau ketika mau naik kendaraan baca subhaanalladzi sakhorolanaa haadzaa wamaa kunnaa lahuu muqriniin, dan dimana berdoa robbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafilaakhiroti hasanah waqina ‘adza bannar. Itu juga kalau tidak nge maksud quran
- Puasa
Haram bagi wanita haid da nifas berpuasa, itu juga kalau diniatin puasa. Apabila orang yang haid dan nifas tidak makan dan minum tapi tidak diniatin puasa itu tidak haram. Kenapa wanita haid tidak boleh puasa karena haid itu membuat lemah badan, sedangkan puasa melemahkan badan.
- Ditolaq
Haram ditolaq bagi perempuan yang sedang haid, malah laki-laki yang melakukannya mendapat dosa besar. Boleh perempuan haid ditolaq asal syaratnya :
- Jika tolaqnya dikaitkan dengan putusnya darah haid. (kalian perempuan yang ke tolaq di akhirnya satu juz dari haid), atau bareng dengan ujungnya/terakhirnya haid.
Atau berbarengan antara ucapan tolaq dengan putusnya darah haid itu haram, sebab setelahnya ditolaq terusngitung ‘idah.
- Apabila perempuan yang ditolaq nya belum pernah dijima’, karena dimana-mana wanita yang ditolaq tapi belum dijima’ maka itu tidak ada ‘idah.
Namun bila ada kasus suami istri selesai akad di KUA, kemudian pulang ke rumah, tetapi di jalan suaminya ditabrak sampai meninggal, maka perempuan itu ada masa ‘idah karena meninggal suaminya, walupun belum sempat dijima’.
- Terbukti bahwa wanita yang ditolaq itu hamil, dan yang menghamilinya itu adalah laki-laki yang menolaqnya.
- Tolaqnya yang di khulu atau pakai ‘iwad. Perempuannya tidak hamil maka tidak haram. Kenapa wanita itu berani beli tolaq itu menunjukan terhadap inginnya ditolaq. Tapi haram bagi perempuan minta ditolaq sambil tidak pake ‘iwad dan sambil dalam keadaan haid.
- Tolaqnya dalam keadaan sumpah iila, sambil minta ditolaq setelah minta dijima’ dianya terhaap suaminya pada waktu suci, tetapi suaminya tidak mau menjima’, maka tidak haram wanita tersebut ditolaq dalam keadaan haid, karena sangat membutuhkannya wanita tersebut terhadap tolaq.
Yang disebut sumpah iila adalah seorang lelaki sumpah Demi Allah bahwa dia tidak akan menjima’istrinya seumur-umur. Setelah 4 bulan lelaki tersebut tidak menjima’ dan tidak memberikan tolaq, boleh perempuan itu di tolaq oleh hakim.
- Apabila perempuan tersebut ditolaq oleh hakim yang sepakat antara pihak suami dan pihak istri. Kenapa hakim menolaq karena ada permasalahan antara kedua pihak, dimana permasalahan itu membutuhkan adanya tolaq.
Nah boleh perempuan itu ditolaq walaupun dalam keadaan haid, tolaknya tidak haram karena sedang dibutuhkan.
- Bolehnya di tolaq di waktu haid. Diceritaka ada seorang amat mempunyai suami, dikarenakan amat itu sering bertengakar dengan suaminya, lalu terdengar oleh sayidnya. Menurut sayidnya : “kalau kamu ditolaq oleh suamimu maka kamu merdeka”, hal tersebut terdengar oleh suaminya, terus saja suaminya memberi tolaq kepada istrinya saat itu juga padahal amat itu sedang haid. Atau minta di tolaq amat nya, maka tidak haram tolaqnya walaupun dalam keadaan haid.
Masalah tolaq ada 2, yang pertama menurut lughot yaitu kadar-kadar ngudar (ngebongkar) terhadap tali seperti membongkar hewan. Dan ada tolaq menurut syar’, yaitu membongkar terhadap tali pernikahan. Ada juga yang dinamakan tolaq bid’ah yaitu nolaq seorang lelaki ke istrinya dalam keadaan haid, atau yang menolaq nya itu dijima’ dulu. Yang sunat kalau memberikan talaq itu ketika istrinya dalam keadaan suci dan tidak dijima’ dulu.
Sebagian ulama juga membagi lagi bahwa tolaq ada yang wajib dan ada yang makruh, seperti menjatuhkan tolaq kepada perempuan yang bagus akhlaqnya, ada juga yang sunat yaitu memberikan tolaq kepada perempuan yang jelek akhlaqnya. Yang dimaksud sunat disini bukan dalam arti dikerjakan mendapat pahala ditinggal tdak mendapat siksa, tetapi dalam hal ini wenang, tidak keluar dari hukum Rasulullah saw, seperti perkataannya : “tolaq itu satu perkara yang dihalalkan, tetapi paling dibenci oleh Allah.”
Kenapa perempuan ketika haid tidak boleh ditolaq karena akan madharat.
- Lewat ke mesjid kalau takut darah haid nya memercik (ngecret) di mesjid.
- Di jima’