Fardhu Wudhu, Sunat Wudhu, Makruh Wudhu

Fardhu Wudhu, sunah wudhu dan makruhnya wudhu akan dijelaskan dibawah ini :

Fardhu wudhu ada 6 :

1. Niat, mempunyai 2 makna. Menurut lughot yaitu kadar-kadar bermaksud serta mutlak mau dibarengin dengan pekerjaan ataupun tidak. Makna niat menurut istilah syara’ yaitu bermaksud suatu perkara sambil dibarengin dengan mengerjakannya. Tempatnya niat di dalam hati, mengucapkannya adalah niat, waktu niat adalah ketika mulai pertama kali membasuh juz di wajah. Yang menempel di niat ada 7 :

  • Hakikatnya adalah bermaksud suatu perkara sambil dibarengi dengan mengerjakannya.
  • Hukumnya niat adalah wajib.
  • Tempatnya niat di dalam hati.
  • Waktu niat adalah ketika membasuh satu juz di wajah.
  • Perilaku niat adalah tergantung apa yang diniatkannya.
  • Syaratnya niat yaitu ada 5 : islam, harus ngerti, tahu apa yang diniatannya, tahu apa yang membatalkan niat, niatnya jangan ditempelkan terhadap yang lain.
  • Maksudnya adalah untuk membedakan antara ibadah dan bukan ibadah.

2. Membasuh muka, yang dimaksud muka disini adalah diatasnya dari mulai batas tumbuhnya rambut kepala, bawahnya ujung dagu atau ujung tempat tumbuhnya janggut dari depan sampai samping dan kanan kiri. Itu termasuk wajah/muka yang wajib dibasuhnya.

Sedangkan hal-hal yang tumbuh di muka seperti daging jadi atau kesampingnya itu sampai ke dalam cuping telinga wajib dibasuh bukan diusap. Kalau jenggot dan cambang apabila sekira-kiranya tidak terlihat di sela-selanya bulu oleh orang yang berhadap-hadapan itu wajib dibasuh dari luarnya saja. Tegasnya tidak apa-apa air tidak sampai kedalamnya juga, tetapi sunat diusap-usap pakai jari yang sudah dibasahi. Sedangkan apabila ada perempuan yang berjanggut dan bercambang maka wajib dibersihkan (dibasuh) luar dan dalamnya walupun tebal. Kenapa seperti itu karena jarang ada perempuan yang berjanggut dan bercambang, malah apabila ada yang demikian sunat untuk dicukur sampai bersih.

Hukumnya mencukur janggut di laki-laki adalah makruh, tidak haram. Tetapi apabila laki-laki di keronggkongannya ada bulu, ketika mencukur nya ada 2 pendapat (ikhtilaf), sebagian menghukumi wenang dan sebagian lagi makruh. Mencukur kumis atau menggunting hukumnya makruh, tetapi sunat disetik sebagian sehingga terlihat merah bibirnya.

3. Membasuh tangan dua-duanya dan kedua sikunya, kalau sikunya tidak terbasuh maka tidak jadi wudhunya. Apabila tidak ada sikunya itu sekedarnya saja, terhadap siku yang lainnya sambil sama dengan adegan dianya. Tetapi apabila ada siku yang diitung nya itu sikunya saja. Atau apabila ada orang yang sikunya hampir kena dengan pergelangannya, itu membasuh lengannya sampai dengan sikunya saja.

Kalau orang yang sikunya hampir kena dengan pundak itu juga membasuh lengannya sampai dengan sikunya, jangan di ukur kan dengan siku orang lain, karena dia juga mempunyai siku. Serta wajib juga membasuh apa-apa yang ada di lengan bulu-bulu daging jadi atau jari dan sejenisnya. Apabila ada orang yang buntung sampai tengahnya hasta, cara membasuh sekedarnya saja, tidak harus dilebihin sampai peupeuteuyan. Tapi kalau buntungnya sampai sikunya banget, maka wajib dibasuhnya ujung tulang peupeuteuyan. Kalau buntungnya sampai diatas siku, maka tidak wajib apa-apa, tetapi sunat membasuh sekedarnya peupeuteuyan saja.

4. Mengusap satu perkara di kepalanya (apakah dalamnya kulit kepala atau rambutnya). Mengusap kepala sedikit atau ngusap rambut selembar atau kulit kepala sebesar rambut selembar, atau mengusap yang ada di batas kepala walaupun selembar rambut atau lebih, tetapi syarat rambutnya jangan keluar dari batas kepala. Jadi apabila ngusap nya ujung rambut yang keluar dari batas kepala itu hukumnya tidak sah. Yang utamanya adalah membasuh seluruh kepalanya.

Cara-caranya mengusap kepala semuanya adalah seperti ini, basahi semua telapak tangan dan jari-jari, pertamanya jempol kiri dan kanan, tekan ke pelipis, lalu ujung telunjuk tempelkan yang kiri dan kanan lalu tekankan ke pertamanya jadi rambut kepala. Kemudian semua jari dimajukan ke belakang sampai batas kepala belakang, kalau kepalanya tidak ada rambut atau ada tapi pendek tidak melipat, itu cukup sebalik kebelakang saja. Tetapi apabila ada rambut yang berlipat, itu balikin lagi ke depan sampai ke yang awal tadi. Nah pekerjaan itu baru dihitung sekali, apabila mau 3 kali tinggal tambah 2 kali lagi. Apabila orang yang rambutnya panjang, sampai muka, tidak sah diusap sebelah mukanya. Atau tergerainya sampai belakang, diusap sebelah punggung itu tidak sah.

5. Membasuh kaki dua-duanya sampai kedua mata kakinya. Apabila orang yang tidak ada mata kaki, maka diukur kan saja dengan mata kaki orang lain yang sama postur nya. Kalau orang buntung kakinya sampai dibawah mata kaki, maka sekedarnya kaki yang ada dan mata kakinya wajib dibasuh. Kalau buntungnya diatas mata kaki, itu tidak diwajibkan apa-apa, tetapi sunat membasuh betisnya sebagian.

Apabila dikakinya ada duri, terus duri tersebut menonjol sebagian, maka wajib orang tersebut mencabut duri, dan wajib membasuh bekas duri tersebut. Kemudian apabila dikakinya atau anggota tubuh/wudhu yang lain ada bisul, maka tidak wajib membasuh dalamnya bisul tersebut selagi pecah, tetapi apabila terbuka maka wajib membasuh bisul tersebut sampai kedalamnya.

6. Tertib, mendahulukan yang awal dan mengakhirkan yang akhir. Tegasnya mendahulukan membasuh muka dan mengaskhirkan membasuh tangan, mendahulukan membasuh tangan daripada mengusap kepala, dan seterusnya.

Jadi kesimpulannya fardhu wudhu yang diatas terbagi menjadi 2 bagian :
a. Yang ada didalam hadist yaitu niat dan tertib (hasil penyelidikan sahabat bahwa Rasulullah ketika berwudhu sikapnya terus seperti itu).
b. Yang ada di Al Quran yaitu membasuh muka, membasuh tangan dua-duanya sampai siku, membasuh kepala sedikit, membasuh kaki dua-duanya sampai mata kaki.

Sunat wudhu ada banyak sekali, tetapi diantaranya adalah :

a. Membaca Bismillaahirrahmaanirrahiim
b. Nyusur
c. Membasuh dua tangan
d. Berkumur
e. Memasukan air ke hidung.
f. Membasuh kepala semuanya.
g. Membasuh seluruh telinga
h. Mendahulukan sebelah kanan.
i. Tuluy-tuluy (terus menerus).
j. Menggosok anggota wudhu.
k. Tiga kali-tiga kali
l. Membaca do’a setelah berwudhu.

Makruhnya wudhu ada 3, yaitu :

• Berlebihan dalam menggunakan air.
• Melebihi atau mengurangi.
• Mendahulukan sebelah kiri daripada kanan.

Tetapi menurut yang lain makruhnya wudhu itu banyak, diantaranya : minta tolong ke orang lain ketika membasuh (di wudhu in oleh orang lain) ketika tidak ada uzur atau madharat, dan berlebihan berkumur atau memasukan air ke hidung bagi orang yang berpuasa. Kenapa wudhu diwajibkan menurut Qoul yang mu’tamid itu adalah hal yang masuk akal sebab-sebabya, karena Sholat itu adalah munajat kepada Allah. Maka diperlukan bagi orang yang akan munajat harus bersih. Kalau kepala cukup dengan diusap, karena gholibnya (biasanya) kepala itu ditutupin, maka cukup sekedarnya saja.

Sedangkan anggota badan yang lain (4) itu adalah tempat berbuat dosa, maka membersihkannya agak berat yaitu disiram (dibersihkan). Atau karena dahulu Nabi Adam as, ketika memakan buah Kholdi berangkat ke pohon Kholdi dengan kakinya, terus memetik buah dengan tangannya, lalu memakan buah dengan lidahnya, serta kena kepalanya dengan daun-daunnya pohon tersebut.

Fardhu, rukun dan wajibnya selain bab naik haji itu sama. Yaitu suatu barang yang dibutuhkan oleh suatu perkara , yang mana barang tersebut merupakan jiwa raganya perkara, seperti membasuh wajah itu dibutuhkan oleh sah nya wudhu, serta membasuh muka juga merupakan jiwa raganya wudhu. (cabe dibutuhkan oleh sah nya sambel, sambil cabe tersebut jadi temannya sambal tersebut).

Beda halnya dengan syarat, kalau syarat yaitu suatu barang yang dibutuhkan dalam suatu perkara, tetapi barang itu tidak menjadi jiwa raganya perkara tersebut. Seperti wudhu dibutuhkan oleh sah nya sholat, tetapi wudhu itu tidak menjadi jiwa raganya sholat. (ulekan dibutuhkan ketika akan membuat sambal, tetapi ulekan tersebut bukan sambal).

Apabila di bab haji masalah rukun dan fardhu itu sama, yang apabila dikerjakan sah dan tidak dikerjakan tidak sah hajinya, contohnya thowaf ifadhoh. Kalau wajib yaitu kalau dikerjakan sah hajinya dan kalau tidak dikerjakan sah juga hajinya, tetapi wajib dam (denda).

Related Posts

© 2023 Fiqihislam.id