Diceritakan oleh Syaqiq Al Bulkhi bahwa Abu Hanifah berserikat dengan pedagang lain yang bernama Bisyir. Maka ketika Bisyir berdagang di Mesir, Abu Hanifah mengirimkan tujuh puluh baju sutera kepadanya. Abu Hanifah juga menulis surat yang menerangkan bahwa diantar 70 baju sutera itu ada baju sutera yang mempunyai aib dengan tanda begini. Jika kamu menjualnya, hendaknya diberitahukan aibnya, lalu Bisyir menjual seluruh baju. Kemudian setelah laku semua baju-baju itu Bisyir kembali ke Kufah untuk setor uang kepada Abu Hanifah, lalu Abu Hanifah bertanya, “Bagaimana tentang baju kirimanku, apakah sudah laku, apakah kamu juga menerangkan aibnya?” Bisyir menjawab, “Saya lupa tidak menerangkan aibnya.” Lalu Abu Hanifah menyedekahkan seluruh modal dan labanya, padahal bagian Abu Hanifah kurang lebih seratus dirham. Ia tidak membutuhkannya, lantaran menurutnya sudah kemasukan barang syubhat.
Kewajiban untuk memberi tahu aib atau kekurangan barang dagangan
Batas penipuan yang diharamkan itu adalah hendaklah penjual mengetahui aib, jika orang yang akan membeli mengetahuinya maka akad jual belinya akan dibatalkan atau tidak mau membelinya dengan harga tersebut. disini penjual harus memberitahukan kepada pembeli. Bagi orang lain yang mengetahui aib tersebut hendaknya memberitahukan kepada orang yang akan membeli barang tersebut, meskipun ia tidak diminta.
Kewajiban untuk memberi tahu aib atau kekurangan wanita yang dilamar
Begitu juga wajib menunjukkan aibnya, bagi seorang lelaki yang akan dilamar oleh seorang perempuan, begitu pula sebaliknya. Atau melihat orang lain yang ingin berkumpul dengan orang lain untuk urusan perdagangan atau pekerjaan, persahabatan atau mempelajari suatu ilmu, sedang ia mengetahui salah satunya ada aibnya maka harus diberitahukan meskipun tidak diminta musyawarah.
Dalam menerangkan aib ini, tidak cukup hanya dengan berkata, “Barang ini ada aibnya atau aku mengiranya terdapat aib”, melainkan harus diterangkan sehingga mengerti apa sebenarnya aibnya itu.