Inilah Hal Yang Membatalkan Puasa, Yang Haram dan Makruh

Di bawah ini adalah beberapa hal yang berkaitan dengan puasa, dan merupakan beberapa kejadian yang sering terjadi pada saat kita berpuasa

  1. orang yang berpuasa boleh berbuka karena mendapat berita dari orang adil tentang terbenamnya matahari. Sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Ketika beliau berpuasa, beliau suka menyuruh seorang laki-laki untuk naik ke tempat yang tinggi. Bila ia mengatakan matahari sudah terbenam, beliau lalu berbuka. Demikian pula apabila mendengarkan azannya.
  2. Orang yang ragu-ragu, haram makan pada akhir hari (sore hari) sehingga ia wajib ijtihad (atau mencari kabar) dan menyangka bahwa hari tersebut telah habis (dengan ijtihad), dengan cara demikian, ia wajib berhati-hati, sabar untuk meyakinkan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, “Tinggalkan yang meragukanmu, ambillah yang tidak meragukanmu.”
  3. Diperbolehkan makan bila menyangka masih malam dengan ijtihad (berhati-hati) atau dengan kabar dari orang adil. Demikian pula (boleh makan) kalau merasa ragu (mengenal masih malamnya), sebab pokoknya tetap malam, tetapi yang demikian itu hukumnya makruh.
  4. Bila seorang adil mengabarkan bahwa fajar telah terbit, ia boleh berpegang pada kabar itu; demikian pula kabar dari orang fasik yang disangka benarnya (seperti halnya mengenai kabar tentang ru’yatulhilal).
  5. Jika seseorang makan (sahur) berdasarkan ijtihadnya sendiri, lalu menyangka bahwa fajar belum terbit, atau dia berbuka lalu menyangka bahwa matahari telah terbenam, ternyata ia makan siang maka batal puasanya, sebab tidak diperhitungkan dengan adanya sangkaan yang jelas salahnya. Sebaliknya kalau ada sesuatu kesalahan itu tidak jelas (antara terbit fajar atau terbenam matahari dalam contoh tadi), maka sah puasanya.

Menghentikan jima’ & Makan setelah terbit fajar

Jika fajar telah terbit sedangkan dalam mulutnya masih ada makanan, lalu ia mengeluarkannya sebelum makanan itu masuk ke dalam perutnya, maka sah puasanya.

Demikian pula apabila seseorang berjima’ ketika permulaan terbit fajar, lalu ia mencabutnya pada waktu itu yakni, sesudah terbit fajar, maka tidak batal puasanya walaupun keluar air mani, sebab mencabut itu berarti meninggalkan jima;.

Kalau ia tidak mencabut ketika itu, tidak sah puasanya dan wajib qadha serta kifarat.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Related Posts