Inilah Hukum Zakat Persekutuan dan Mewakilkan Niat Zakat

Dua orang yang berserikat boleh mengeluarkan zakat harta persekutuan tanpa izin temannya , sebagaimana telah dikatakan oleh Syeikh Jurjani dan telah ditetapkan oleh yang lainnya, sebab ada izin syara’ pada masala tersebut (dua harta yang dicampurkan seperti hukum satu harta atau milik seorang). Telah cukup adanya niat yang memberikan zakat, untuk mewakili niat salah seorang pesero lainnya, menurut kaul yang termasyhur.

Sebagaimana sabda Nabi saw, “Tidak dihimpunkan barang yang terpisah dan tidak dipisahkan barang yang terkumpul karena takut kena zakat.”

Boleh mewakilkan (dalam mengeluarkan) zakat kepada orang kafir dan anak-anak untuk diserahkan kepada orang yang ditentukan, yakni orang yang diberi zakat ditentukan oleh orang yang mengeluarkan zakat, tidak secara mutlak (dalam mewakilinya).

Tidak boleh menyerahkan niat kepada mereka, sebab bukan ahlinya. Boleh mewakilkan kepada selain kedua orang tersebut dalam memberikan zakat dan sekalian dengan niat.

Wali wajib berniat, dalam mengeluarkan zakat harta anak kecil dan orang gila. Kalau tidak berniat, maka menjadi tanggungannya (harus mengganti), disebabkan kelalaiannya (tanpa niat). Jika yang mengeluarkan zakat memberikan atau menyerahkan kepada pemerintah tanpa niat dan ia tidak mengizinkan pemerintah untuk meniatkan zakatnya, maka tidak cukup dengan adanya niat dari pemerintah (sebab pemerintah itu merupakan pengganti para mustahiq).

Zakat itu sempurna (sah) dengan diniatkan oleh imam (pemerintah) ketika mengambilnya dengan paksa dari orang yang menolaknya, walaupun pemilik harta tidak berniat zakat.

Pemilik harta, bukan wali anak-anak, boleh mendahulukan mengeluarkan zakat sebelum genap haulnya, bukan sebelum cukup satu nisab (untuk) selain zakat tijarah. (adapun tijarah, boleh mendahulukan zakat sebelum sampai nisab).

Tidak boleh mendahulukan zakat untuk dua tahun menurut kaul yang ashah. Pemilik boleh mendahulukan zakat fitrah sejak awal ramadhan. Adapun pada harta tijarah, maka mencukupi mendahulukannya, walaupun belum memiliki satu nisab; dan ketika mendahulukan mengeluarkan zakatnya itu harus berniat, misalnya “Aku dahulukan zakatku ini”

Haram mengakhirkan mengeluarkan zakat sesudah cukup haulnya dan imkan mengeluarkannya (karena hartanya dan mustahiqnya sudah ada). Pemilik harus menanggung kerugian (seukuran harta zakat) kalau hartanya rusak, padahal sudah imkan mengeluarkannya dengan hadirnya harta dan mustahiq zakatnya; atau karena ia merusak hartanya sendiri (membiarkannya dari yang merusak, misalnya membiarkan dicuri atau dimakan hama) sesudah satu haul walaupun sebelum imkan mengeluarkannya.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Related Posts