Setiap manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa. Apabila sudah terlanjur berbuat dosa, maka lakukanlah taubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya atau taubatan nasuha.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 135-136:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”
Dari Sa’id, dari Nabi Muhammad, beliau bersabda, “Tidaklah sekelompok orang duduk dalam satu majelis dengan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw di dalamnya, kecuali suatu penyesalan atas mereka, walaupun mereka masuk surga karena mereka akan melihat pahalanya.”
Abu Isa At-Tirmidzi meriwayatkan dari sebagian orang yang ahli ilmu, orang ahli ilmu itu berkata, “Apabila seorang laki-laki membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw sekali dalam sebuah majelis, maka cukuplah bacaan shalawat itu menutup kekurangan apa saja yang terjadi di dalam majelis itu.”
Disebutkan bahwa ayat 135 surat Ali Imran turun mengenai seorang laki-laki penjual kurma. Pernah datang seorang perempuan untuk membeli buah kurma daripadanya. Tetapi lalu dimasukkannya perempuan itu ke dalam warungnya dan diciumnya. Kemudian menyesali hal itu. Akhirnya ayat ini meluas kepada setiap orang yang berdosa dan menginginkan taubat dari perbuatan dosa besarnya seperti zina dan lainnya.
Sedang kata “Al ladziina” itu diathafkan pada kata “al muttaqiin” yang ada dalam ayat 133 yaitu surga yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang bertaubat. Kemudian isyarat dengan kata ‘ulaa-ika” adalah kepada dua golongan itu. Atau daapt juga kata “Alladzina” dijadikan mubtada sedang khabarnya kata “ulaaika” itu.
Kata “Fastaghfaruu li dzunuubihim” adalah membuat lega hati manusia, penggerak dan pendorong untuk bertaubat serta anjuran kepada taubat itu, dan sekaligus memberantas keputus asaan dan patah hati untuk mendapat rahmat Allah swt. karena dosa-dosa itu walaupun seberapa besarnya, maka ampunan Allah adalah lebih banyak dan kemurahan adalah lebih besar.
Kata “lidzunuubihim” artinya karena dosa mereka, lalu mereka bertaubat dari dosa itu dan menghindarinya serta berjanji dalam hati untuk tidak mengulanginya. Ini adalah syarat-syarat taubat yang diterima.
Firman Allah kata “wahum ya’lamuuna”, Ibnu Abbas berkata, “Artinya mereka mengetahui bahwa perbuatan-perbuatan itu adalah maksiat.” Ada yang mengatakan, “Mereka mengetahui bahwa tetap meneruskan dosa itu adalah berbahaya.” Ada yang mengatakan, “Mereka mengetahui bahwa Allah swt menguasai pengampunan dosa dan mengetahui bahwa mereka mempunyai Tuhan yang akan sudi mengampuni dosa itu.” Ada yang mengatakan, “Mereka mengetahui bahwa Allah swt tidak akan menganggap besar ampunan dosa yang diberikan walaupun dosa itu betapapun banyaknya.” Ada pula ahli tafsir yang mengatakan, “Mereka mengetahui bahwa jika mereka memohon ampunan maka Allah akan mengampuninya.”
Sumber: Durrotun Nasihin