Kadi diharuskan menjual harta orang yang tidak ada di tempat jika harta itu dikhawatirkan akan rusak

Seandainya seseorang tidak ada di tempat tanpa ada wakilnya, sedangkan dia mempunyai harta yang ada di tempat, lalu masalahnya sampai kepada hakim, jika dia tidak mau menjual hartanya itu, niscaya sebagian besar akan rusak, maka kadi diharuskan menjual harta tersebut jika tidak ada jalan lain untuk menyelamatkannya.

Murid-murid Imam Syafii telah memberikan penjelasan, “Sesungguhnya kadi dapat menguasai harta milik orang-orang yang tidak ada di tempat jika harta mereka hampir terbengkalai (rusak), atau sangat diperlukan untuk melunasi hak-hak orang lain yang ada pada para pemiliknya yang sedang tidak ada di tempat.”

Mereka mengatakan bahwa penilaian terbengkalai ini mempunyai tingkatannya sendiri. Jika masa bepergian pemilik cukup lama hingga sulit menghubunginya sebelum terjadi kerusakan pada hartanya, maka kadi diperbolehkan men-tasharruf-kannya.

Bukan termasuk terbengkalai jika kerusakan yang ada tidak mendatangkan kerusakan pada sebagian besar dan juga terhadap barang yang belum mengalami kerusakan, sebab ada larangan menjual harta orang yang tidak ada di tempat hanya semata-mata karena suatu kemaslahatan.

Kerusakan yang mengakibatkan hancurnya sebagian besar barang (tanpa adanya perbaikan) merupakan sikap menelantarkannya.

Memang dibenarkan, hewan ternak dapat dijual hanya semata-mata karena baru mengalami penyakit yang membahayakan dirinya (akibat ditelantarkan oleh pemiliknya) dmei menghargai nyawanya. Juga pemilik dipaksa oleh kadi untuk menjualnya jika si pemilik tidak mau menafkahinya.

Seandainya pemilik harta yang tidak ada di tempat melarang kadi men-tasharruf-kan harta miliknya, maka kadi tidak boleh men-tasharruf-kannya kecuali jika miliknya itu berupa hewan ternak.

Hakim berhak menahan budak yang melarikan diri dari tuannya

Hakim berhak menahan seorang budak yang dijumpainya dalam keadaan melarikan diri dari tuannya sampai pemiliknya datang. Jika pemilik tidak muncul juga dalam waktu cukup lama, maka hakim berhak menjualnya dan memegang hasil penjualan itu. Apabila pemiliknya datang, tidak ada hak yang diterimanya kecuali hanya harga dari budak tersebut.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top