Gugatan dan pembuktian

Pengertian ad-da’wa

Ad-da’wa menurut bahasa artinya “gugatan atau tuntutan”, sedangkan huruf alif yang ada pada akhirnya menunjukkan status ta-nits.

Sedangkan menurut istilah syara’ ialah “gugatan yang diajukan kepada hakim mengenai kepastian suatu hak milik yang ada di tangan orang lain.”

Bentuk jamaknya ialah da’aawaa atau da’aawii, sama wazannya dengan lafaz fataawaa yang juga boleh dibaca fataawii.

Arti bayyinah

Bayyinah artinya “para saksi”. Disamakan demikian karena melalui pernyataan mereka, perkara hak menjadi tampak jelas. Penyebutannya diutarakan dalam bentuk jamak karena bayyinah itu bermacam-macam bentuknya.

Dalil asal mengenai masalah ini ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yaitu:

Seandainya manusia diberi menurut dakwaan mereka, niscaya akan banyak orang yang mendakwakan darah kaum lelaki dan harta benda mereka. Akan tetapi, telah diputuskan bahwa sumpah harus dilakukan oleh si tergugat.

Di dalam riwayat lain disebutkan:

Bukti harus dikemukakan oleh si penggugat, sedangkan sumpah harus dilakukan oleh orang yang mengingkarinya.

Makna mudda’i

Mudda’i (penggugat) ialah orang yang ucapannya berbeda dengan keadaan lahiriah, yaitu memberikan kesan terbebas dari segala tanggungan. Sedangkan mudda’a ‘alaih (si tergugat) ialah orang yang ucapannya bersesuaian dengan keadaan lahiriah.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak ialah mukallaf dan diharuskan menetapi hukum-hukum. Untuk itu, kafir harbi tidak terkena keharusan menetapi hukum-hukum, lain halnya dengan kafir dzimmi.

Kemudian jika gugatan yang diajukan menyangkut masalah hukuman qishash atau hukuman had menuduh berzina atau hukuman ta’zir, maka melaporkannya kepada kadi hukumnya wajib. Orang yang berhak tidak diperbolehkan main hakim sendiri dalam melaksanakan hukuman tersebut karena bahayangya amat besar. Demikian pula dalam kasus yang menyangkut berbagai macam transaksi dan fasakh, seperti masalah nikah, rujuk, cacat dalam nikah, dan jual beli.

Al Mawardi mengecualikan keadaan seseorang yang jauh dari sultan. Orang tersebut diperbolehkan melakukan eksekusi hukuman had menuduh berzina atau hukuman ta’zir.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top