Keputusan kadi yang telah diberhentikan dari jabatannya tidak dapat diterima

Tidak dapat diterima perkataan kadi yang telah diberhentikan dari jabatannya sesudah pengunduran dirinya, demikian pula orang yang diangkat menjadi hakim sesudah meninggalkan majelis kehakiman, bila mengucapkan, “Aku putuskan anu.” Karena dia tidak memiliki wewenang memutuskan hukum lagi pada saat itu, maka semua keputusannya tidak dapat diterima.

Tidak dapat diterima pula kesaksian masing-masing dari keduanya terhadap perkara yang pernah ditanganinya, sebab dalam hal ini berarti ia menjadi saksi perbuatannya sendiri. Kecuali jika dia menjadi saksi keputusan hakim lain, sedangkan dia tidak mengetahui bahwa yang sedang dipersaksikannya itu adalah perkara yang pernah ditanganinya sendiri. Maka kesaksiannya baru dapat diterima, dengan syarat “jika dia tidak fasik.”

Jika si kadi mengetahui bahwa perkara yang dipersaksikannya itu adalah perkara yang pernah ditanganinya, maka kesaksiannya tidak dapat diterima. Perihalnya sama saja seandainya dia menjelaskannya.

Ucapan kadi di dalam daerah wewenangnya dapat diterima sebelum diberhentikan dari jabatannya. Umpamanya dia mengatakan, “aku putuskan anu.” Sekalipun ucapan yang dikatakannya itu menyebutkan, “Aku putuskan berdasarka pengetahuanku,” karena dia masih mempunyai wewenang menjatuhkan keputuan saat itu.

Hingga sekalipun dalam kasus yang diputuskannya dia mengatakan bahwa wanita-wanita kampung ini, yakni yang bilangannya disebutkannya, terceraikan dari suami-suami mereka. Maka keputusan hukumnya dapat diterima jika dia berpredikat seorang mujtahid, sekalipun keputusannya itu berdasarkan mazhab imam panutannya.

Kadi tidak boleh mengambil keputusan dengan cara mengikut kepada keputusan kadi sebelumnya

Seorang kadi tidak boleh mengikut kepada keputusan kadi sebelumnya, sekalipun keputusan itu layak untuk digunakan dalam peradilan yang ditanganinya.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top