Barang siapa membunuh dengan alat yang tajam, dengan mencekik, melemparkan atau menenggelamkan, maka ia dikenakan hukum qishash yang serupa dengan itu jika dikehendaki.
Atau jika memakai alat nonfisik, seperti sihir, maka hukumannya memakai pedang (yakni dipenggal lehernya).
Pembunuhan secara sengaja mewajibkan adanya hukuman had, yakni hukuman qishash (sebagai balasan yang setimpal). Qishash dinamakan qaud karena mereka (para ahli waris terbunuh) menyeret pelaku kejahatan dengan tambang dalam keadaan terikat atau dengan alat lainnya. Demikian pendapat Al Azhari.
Hukum diat atau denda
Diat diwajibkan di kala hukum qishash gugur, akibat adanya pemaafan dari pihak wali si terbunuh terhadap si pembunuh, atau tanpa pemaafan sebagai ganti hukum qishash (umpamanya si pembunuh keburu mati terlebih dahulu sebelum hukuman qishash dieksekusikan terhadapnya).
Seandainya orang yang berhak melakukan hukum qishash memaafkan pelaku kejahatan secara cuma-Cuma atau secara mutlak, maka kepada pelaku kejahatan tidak dibebankan suatu diat pun.
Jumlah diat karena membunuh muslim yang dilindungi darahnya
Diat karena membunuh seorang muslim laki-laki lagi terlindungi darahnya ialah seratus ekor unta yang terdiri atas tiga macam, untuk kasus pembunuhan sengaja dan mirip disengaja, tanpa memandang perbedaan jumlah dari ketiga macam ternak itu.
Ketiga macam tersebut terdiri atas tiga puluh ekor unta hiqqah, tiga puluh ekor unta jadza’ah, dan empat puluh ekor unta khalifah, yakni unta yang sedang mengandung menurut pendapat dua orang ahli ternak unta.
Dibagi menjadi lima macam dalam kasus pembunuhan secara keliru, yaitu terdiri atas unta bintu makhadh, bintu labun, bani labun, hiqqah, dan jadza’ah, masing-masing terdiri atas dua puluh ekor unta. Ketetapan ini berdasar hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan yang lainnya.
Kecuali jika kasus pembunuhan keliru ini terjadi di dalam lingkungan kota suci Mekah atau dalam bulan-bulan yang disucikan (Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab); atau dilakukan terhadap kerabat nasab, misalnya ibu dan saudara perempuan. Maka hukuman diat dibagi menjadi tiga (untuk memberatkan sanksi), seperti yang pernah dilakukan oleh segolongan sahabat dan diakui oleh sahabat lainnya.
Mengingat besarnya kehormatan ketiga hal tersebut (yakni bulan-bulan haram atau suci, kota Mekah, dan kerabat nasab), maka untuk menangkalnya sanksi hukuman diperberat berdasarkan pertimbangan segi ini.
Akan tetapi, kota suci Madinah tidak dapat disamakan dengan ketiga hal di atas, tidak karena dalam ihram, tidak karena dalam bulan ramadhan, tidak ada pengaruhnya terhadap mahram karena radha’ (persusuan) dan mushaharah (kerabat sebab nikah).
Tidak termasuk ke dalam pengertian pembunuhan secara keliru, yaitu dua jenis pembunuhan lainnya. Untuk itu, kewajiban membayar diat yang dilakukan dengan kedua cara tersebut tidak boleh melebihi diat pembunuhan secara keliru terhadap ketiga penyebab tadi, karena kedua perbuatan itu sendiri dianggap cukup berat. Dengan kata lain, diat pembunuhan dengan sengaja dan mirip sengaja disamakan dengan diat pembunuhan secara keliru, tetapi dilakukan terhadap ketiga hal tersebut di atas, yakni dalam bulan-bulan haram, di dalam kota Mekah, dan terhadap mahram senasab.
Diat membunuh seorang wanita adalah separo dari diat membunuh seorang laki-laki.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani