Hukum nadzar orang yang berhutang dengan harta yang ditentukan

Ada ulama yang berbeda pendapat tentang nadzar orang yang berutang dengan harta yang ditentukan untuk orang yang mengutangkannya, selama utang itu dalam tanggungannya (belum dibayar). Mereka berpendapat tidak sah, sebab menurut mereka cara ini bukan dimaksudkan karena Allah. bahkan cara ini mengakibatkan riba nasiah (yaitu mensyaratkan waktu pada salah satu ‘iwad atau penukaran).’

Sebagian lagi berkata, “Sah nadzarnya, sebab sebagai imbalan atas datangnya nikmat keuntungan pinjaman kalau piutangnya dipakai berdagang.”

Atau dalam nadzar itu mengandung penolakan aniaya penagihan (agar jangan cepat ditagih). Kalau yang nadzar membutuhkan tetapnya utang itu pada tanggungannya karena merasa kesulitan (mengembalikannya) atau karena dipakai memberi nafkah (kepada keluarganya) dan karena yang berutang disunatkan agar mengembalikan utangnya dengan tambahan dari piutangnya.

Maka apabila menetapkan tambahan itu dengan nadzar (dari yang berutang), sah nadzarnya dan wajib baginya tambahan itu. Yang demikian itu merupakan imbalan kebaikan, tidak berhubungan dengan riba, sebab riba itu tidak terbukti kecuali dalam akad seperti jual beli. Karena itu, kalau orang mensyaratkan kepada orang yang berutang agar nadzar pada akad pinjaman, adalah riba.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top