Nadzar merupakan perkataan yang diucapkan oleh seseorang untuk mengerjakan sesuatu hal pada saat tertentu, keadaan tertentu, dan lain sebagainya.
Misalnya berkata “Karena Allah, wajib kepadaku mengerjakan sesuatu dari salat, puasa, ibadah haji, sedekah, membaca Quran, atau i’tikaf”, atau berkata “saya wajib sesuatu”, walaupun tidak mengucapkan karena Allah.
Atau berkata “saya nadzar sesuatu”, walaupun ia tidak menyebutkan karena Allah.
Atau (sah juga) dengan ucapan yang ditangguhkan, dan (yang demikian ini) disebut nadzar mujazah (memberi alasan), yaitu mewajibkan dirinya berbuat taqarrub sebagai imbalan atas berhasilnya perkara yang disukai, berupa kenikmatan atau ditolaknya bahaya.
Misalnya “Kalau Allah menyembuhkan penyakitku atau menyelamatkan aku, maka aku akan mengerjakan…..” atau “Aku mewajibkan diriku”, atau “wajib bagiku sesuatu….”
Tidak termasuk “ucapan”, yaitu niat. Maka tidak sah dengan niat saja (tanpa ucapan), seperti halnya akad-akad lainnya, kecuali dengan ucapan. Menurut suatu kaul, “sah nadzar dengan niat saja.”
Maka ia wajib mengerjakan apa yang ia wajibkan seketika mengenai nadzar yang kontan, ketika adanya sifat mengenai nadzar yang ditangguhkan. Zhahirnya adalah perkataan ulama “Sesungguhnya orang itu wajib mengerjakannya seketika sesudah ada yang ditangguhkannya.” Berbeda dengan tujuan perkataan Ibnu Abdis Salam (pendapatnya adalah sebaliknya).
Tidak disyaratkan menerima ucapan orang yang dinadzarinya dalam kedua macam pembagian nadzar itu dan tidak wajib menerima seketika dengan perbuatannya, bahkan yang disyaratkan tidak menolaknya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani