Zakat tijarah (perdagangan)

Zakat tijarah (perdagangan) tidak disyaratkan harus sempurna (tetap) nisabnya kecuali pada akhir tahun (yang diperhitungkan), sebab akhir tahun itu merupakan waktu wajibnya mengeluarkan zakat. Perhitungan tijarah itu dengan harga barang, sedangkan menetapkan harga setiap waktu sukar, sebab harga selalu berubah. Jadi, kalau pada akhir tahun harga barang dagangan dinilai kurang dari nisabnya, maka tidak wajib dizakati.

Perbedaan zakat tijarah dengan emas dan perak adalah, zakat emas dan perak haulnya sering putus dengan berselangnya pemilikan yang hilang pada pertengahan tahun, misalnya dengan penggantian atau penukaran (selain jual-beli, misalnya dengan menukarkan dengan sawah dan sebagainya. adapun penggantian dengan jual beli, tidak apa-apa terjadi perubahan); atau yang selainnya (misal dengan dihibahkan atau menjualnya lalu dibeli kembali, maka sejak mmebelikembali itu merupakan permulaan haulnya).

Nisab itu sering putus dengan terselangnya hak kepemilikan, tetapi seandainya orang yang memiliki emas atau perak satu nisab, lalu diutangkan kepada orang lain sesudah enam bulan memilikinya, maka haulnya tidak putus jika yang berutang itu mampu membayar dan mengembalikan kepadanya, dan pemilik tersebut tetap wajib mengeluarkan zakat pada akhir tahun, karena kepemilikannya itu tidak hilang sama sekali, sebab tetap ada gantinya kelak dalam tanggungan yang berutang. Kecuali kalau yang berutang tidak mampu membayar, maka mengeluarkan zakatnya harus ditangguhkan sampai adanya pembayaran.

Makruh hukumnya menghilangkan hak milik dengan cara menjual atau menukarkannya dari harta yang wajib dizakati karena mengelak dengan maksud menolak kewajiban zakat, sebab perbuatan itu termasuk menghindar dari berbuat ibadah.

Perbuatan mengelak hukumnya haram. Imam Ghazali menambahkan, “Secara hakikat, tidak bebas tanggungannya. Sesungguhnya cara tersebut termasuk pengetahuan yang mencelakakan.” Menurut Ibnu Shalah, “Berdosa bila bermaksud demikian, bukan dari seh=gi perbuatannya.”

Ibnu Hajar berkata, “Jika orang itu bukan bermaksud mengelak, tetapi karena hajat (kebutuhan untuk menjualnya semata-mata karena membutuhkan uang) atau karena ada kebutuhan dan supaya lepas dari zakat, maka tidak makruh menghilangkan pemilikannya.”

Peringatan:

Pedagang yang menukarkan uang kepada orang lain pada pertengahan tahun, sekalipun untuk perdaganagn, tidak wajib (mengeluarkan) zakat, baik barang yang berada di tangannya berbentuk emas yang sejenis ataupun tidak (seperti menukar emas dengan perak, dan sebagainya).

Ahli waris yang pewarisnya mati meninggalkan harta dagangan pun tidak wajib mengeluarkan zakat, sehingga dia harus mengolah dahulu harta itu dengan niat tijarah; maka sejak itulah mulai haulnya.

Perhiasan yang diperbolehkan (seperti kalung, atau gelang yang tidak wajib dizakati) sekalipun yang memilikinya orang laki-laki yang tidak bermaksud memakainya atau memilikinya untuk sewaan, atau dipinjamkan kepada wanita; kecuali bila memilikinya dengan maksud simpanan belaka, maka wajib zakat padanya (biasanya untuk dijual bila memerlukan uang).

Sabda Nabi saw, “Tidak wajib zakat pada harta perhiasan.”

Dalam hadis Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Hakim dinyatakan “wajib zakat”

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top