Atau bila jamaah yang sedikit itu berjamaah di masjid, yang tanah atau harta yang dipakai mendirikannya diyakini halal; maka yang lebih afdhal adalah jamaah yang sedikit itu, dan karena menjaga kosongnya masjid yang dekat, atau tidak akan ada yang berjamaah apabila ia tidak hadir (tidak masuknya dia ke masjid),sebab dia adalah imamnya, atau banyaknya orang yang hadir itu adalah karena dia. Maka, berjamaah yang sedikit pada keadaan yang demikian, lebih afdhal daripada berjamaah yang banyak pada selain masjid yang halal itu.
Bahkan sebagian ulama membahas, bahwa salat munfarid (sendirian) pada masjid yang apabila ia tidak ada masjid menjadi kosong, lebih afdhal daripada berjamaah. Akan tetapi, menurut pendapat yang lebih unggul, justru sebaliknya (lebih afdhal berjamah). Apabila imam jamaah yang sedikit itu lebih afdhal karena tinggi ilmunya, maka berjamaah di sampingnya lebih utama.
Apabila berlawanan antara khusyuk (dengan munfarid) dan salat berjamaah (yang tidak khusyuk), maka lebih utama berjamaah sebagaimana kesepakatan ulama yang mengatakan bahwa sesungguhnya fardu kifayah lebih afdhal daripada sunat.
Imam Ghazali berfatwa yang kemudian diikuti oleh Abul Hasan Al Bakry, bahwa lebih utama munfarid daripada berjamaah bagi orang yang tidak bisa khusyuk selama salatnya.
Syaikhuna berkata, “Fatwa Imam Ghazali itu memang demikian, jika selama salat ia tidak khusyuk. Ibnu Abdis Salam berfatwa, ‘sesungguhnya khusyuk lebih utama secara mutlak (tanpa qayid sebagaimana tersebut), karena munculnya fatwa itu berdasarkan kaul bahwa berjamaah itu sunat.”
Apabila bertentangan antara fadhilah mendengarkan bacaan Quran dari imam yang jumlahnya sedikit, dengan tidak mendengarkan bacaan itu namun jumlahnya banyak, maka yang pertama (mendengar bacaan Quran) lebih afdhal.