Munfarid diperbolehkan berniat bermakmum kepada imam di pertengahan salatnya, walaupun perbedaan jumlah rakaatnya banyak (misalnya imam rakaat pertama, sedangkan makmum pada rakaat kedua atau ketiga), akan tetapi yang demikian itu hukumnya makruh (hilang pahala berjamaahnya). Makmum yang keluar dari jamaah (berniat mufaraqah), tidak makruh, misalnya karena imamnya berhadas. Oleh sebab itu tidak makruh mengikuti jamaah yang lain.
Apabila bermakmum pada pertengahan salat, ia wajib mengikuti imam. Apabila imam selesai lebih dahulu; ia wajib menyempurnakan salatnya (yakni melanjutkannya sesudah salat imamnya), seperti makmum masbuq. Jika tidak begitu (misalnya makmum sudah hampir selesai salat, sedangkan imamnya belum), maka lebih afdhal menunggu salat imamnya (meskipun makmum boleh mufaraqah).
Boleh mufaraqah tanpa udzur namun hukumnya makruh. Oleh karena itu, lepaslah fadhilah berjamaah darinya. Adapaun mufaraqah karena udzur, misalnya karena ada yang memperbolehkan meninggalkan berjamaah (karena sakit, takut pada oarng zalim yang akan menyakiti diri atau hartanya, dan lain-lain), atau imamnya meninggalkan sunat yang dimaksud, misalnya meinggalkan tasyahud awal, qunut, surat, atau imam memanjangkan (salatnya), sedangkan makmum orang yang lemah (tak kuat lama) atau sedang sibuk bekerja, maka tidak hilang fadhilah berjamaahnya.
Adakalanya wajib mufaraqah, seperti halnya terjadi sesuatu yang membatalkan salat imamnya dan ia mengetahuinya. Maka makmum tersebut wajib berniat mufaraqah ketika itu juga. Bila tidak berniat mufaraqah ketika itu juga, salatnya batal, walaupun dia tidak mengikuti imam mengerjakan rukun-rukun salatnya. Yang demikian itu berdasarkan ittifaq para ulama.