Zabad (yaitu susu hewan laut yang wangi) adalah suci (atau, zabad adalah keringat kucing hutan) rambut zabad yang sedikit, misalnya tiga helai dimaafkan. Demikian menurut penjelasan ulama, namun mereka tidak menerangkan apakah yang dimaksud dengan bulu yang diambil 3 helai itu untuk dipakai atau pada tempat zabad saat diambil minyaknya.
Menurut ulama, “Yang beralasan adalah yang pertama, (yaitu bulunya untuk dipakai) jika zabad itu keras, sebab yang dijadikan ibarat padanya hanya mengenai tempat najis. Jika najisnya itu banyak dan hanya terdapat pada satu tempat tidak dimaafkan; kalau sedikit dimaafkan. Berbeda dengan zabad yang cair, hal itu tidak dimaafkan, sebab semua menyatu”.
Jika bulu bangkai pada benda cair itu sedikit, dimaafkan, kalau banyak tidka dimaafkan. Tidak ditinjau dari segi pengambilan benda cair, melainkan pada keseluruhannya (kalau benda itu cair).
Imam Thabari mengutip pendapat Ibnu Shabagh dan ia menguatkan bahwa kunyahan unta dan sebangsanya dimaafkan. Tempat minumnya pun tidak najis (walaupun mulutnya dianggap najis karena ada kunyahannya).
Disamakan dengan unta yaitu kunyahan mulut anak sapi dan domba bila menyusu pada induknya. Syeikh ibnu Shalah berkata, “Dimaafkan barang yang terkena mulut anak (muntah anak dan sejenisnya) sekalipun nyata najisnya”.
Selain Ibnu Shalah, ada yang menyamakan mulut anak itu dengan mulut orang gila yang memang najis. Pendapat ini ditetapkan oleh Imam Zarkasyi.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani