Seorang wakil tidak boleh menyerahkan barang yang telah ada (kepada pihak pembeli) dengan transaksi sebelum dia menerima harganya secara kontan. Tetapi jika pembayaran dilakukan bukan secara kontan, maka wkil harus menalangi dahulu kepada pihak muwakkil seharga barang jualan itu, sekalipun barang tersebut mempunyai harga pasaran tersendiri.
Wakil pembeli tidak boleh membelikan barang yang cacat
Wakil pembeli tidak boleh membelikan barang yang cacat, sebab akad perwakilan dilakukan secara mutlak menurut kebiasaan menganjurkan membeli barang yang utuh.
Pembelian menjadi tanggung jawab wakil jika dia mengetahui cacatnya barang dan membelinya dengan harga dalam tanggungan (utang), sekalipun harga barang sesuai dengan keadaannya. Kecuali jika pihak muwakkil (orang yang mewakilkan) telah menentukan spesifikasi barangnya dan mengetahui kecacatannya, maka pembelin menjadi tanggung jawab muwakkil.
Perihalnya sama jika wakil membelinya dengan harga dalam tanggungan (utang) atau kontan dengan harta muwakkil, sedangkan wakil tidak mengetahui kecacatan barang yang ia beli, sekalipun harga barang tidak sesuai dengan keadaannya.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa manakala pembelian buka merupakan tanggung jawab muwakkil, jika pembayarannya memakai uang muwakkil endiri, maka batallah transaksi pembelian. Tetapi jika pembayaran memakai uang wakil sendiri, maka pembelian merupakan tanggung jawab wakil.
Pengelola qiradh diperbolehkan membeli barang yang cacat
Pengelola qiradh (modal orang lain) diperbolehkan membeli barang yang cacat tersebut karena tujuannya adalah mencari keuntungan. Penyebabnya ialah; seandainya tujuan pembelian barang yang sortiran tersebut untuk mencari keuntungan, maka diperbolehkan, dan memang demikianlah hukumnya.
Masing-masing pihak, yaitu muwakkil dan wakil, boleh mengembalikan barang cacat yan dibelinya jika dia tidak mengetahui adanya cacat pada barang tersebut. tetapi jika muwakkil rela dengan barang sortiran tersebut, maka pihak wakil tidka berhak mengembalikannya (kepada pihak penjual).