Seandainya wakil mengalami hambatan hingga tidak mampu menunaikan tugasnya karena sakit mendadak atau harus bepergian, maka ia tidak boleh mewakilkan tugasnya kepada orang lain (tanpa sepengetahuan muwakil).
Apabila seorang wakil mengangkat wakil seizin muwakkil, maka wakil yang kedua merupakan wakil dari muwakkil (secara langsung). Karena itu, wakil (pertama) tidak boleh memecatnya.
Jika muwakkil berkata, “Wakilkanlah untukmu,” lalu wakil melakukan apa yang diinstruksikan muwakkil, maka wakil yang kedua merupakan wakil dari wakil pertama, mengingat demikianlah menurut pengertian instruksi muwakkil. Untuk itu, wakil yang kedua tidak sebagai wakil lagi jika wakil pertama dipecat oleh muwakkil.
Wakil hanya boleh mewakilkan kepada orang yang dipercayainya
Wakil diharuskan jangan mewakilkan kecuali kepada orang yang dipercaya selagi muwakkil tidak menentukan orang selainnya. Padahal muwakkil sendiri mengetahui keadaan orang tersebut. atau selagi muwakkil tidak mengatakan kepada wakil, “Wakilkanlah kepada orang yang kamu sukai.” Demikianlah pendapat yang kuat alasannya.
Perihalnya sama saja dengan masalah berikut; seandainya seorang wanita mengatakan kepada walinya, “Kawinkanlah diriku dengan orang yang kamu sukai,” maka si wali berhak mengawinkannya dengan (siapa saja), sekalipun orang tersebut tidak se-kufu’ (sepadan) dengannya.
Seorang muwakkil berucap kepada wakilnya untuk mengerjakan sesuatu, “Kerjakanlah urusan ini sesukamu,” atau “Semua yang akan kamu perbuat diperbolehkan.” Ucapan seperti ini bukan termasuk izin untuk mengangkat wakil.
Sekitar perkataan muwakkil kepada wakilnya
Seandainya muwakkil mengatakan, “Jualkanlah barang ini kepada orang tertentu,” misalnya kepada Zaid saja, maka wakil tidak boleh menjualkannya kepada selain Zaid, sekalipun dijual kepada wakil Zaid sendiri. Atau muwakkil mengatakan “Jualkanlah barang ini dengan pembayaran uang tertentu,” misalnya uang dinar, maka wakil tidak boleh menjualnya dengan pembayaran uang dirham.
Atau muwakkil mengatakan agar barang tersebut dijual di tempat tertentu, maka tidak boleh dijual di tempat lain. atau muwakkil mengatakan agar barang itu dijual di masa tertentu umpamanya dalam bulan anu atau hari anu, maka wakil tidak boleh menjualnya sebelum masa tersebut dan tidak boleh pula sesudahnya, sekalipun dalam masalah talak dan penentuan waktu tersebut tidak berkaitan dengan suatu maksud, karena hal itu untuk mengamalkan izin yang telah diberikan kepada wakil.
Lain halnya jika muwakkil mengatakan, “Apabila awal bulan tiba, maka perkara istriku berada di tanganmu,” sedangkan muwakkil tidak bermaksud mengikatnya persis pada permulaan bulan, maka wakil boleh menjatuhkan talak (sebagai waki muwakkil) sesudahnya.
Lain halnya jika muwakkil mengatakan, “Ceraikanlah dia pada hari jumat.” Maka pengertian kalimat ini adalah, pelaksanaannya terbatas hanya pada hari jumat, bukan hari lain.
Sama saja apakah dilaksanakan pada malam hari ataupun siang harinya, jika dalam kedua waktu tersebut para peminat berbelanja sama banyaknya.
Seandainya muwakkil mengatakan, “Hari jumat atau hari raya,” misalnya, maka penjualan harus dilakukan pada permulaan hari jumat atau di hari raya pertama yang dijumpainya.
Sesungguhnya keterikatan dengan tempat tertentu itu hanya jika muwakkil tidak menetapkan harga barangnya atau muwakkil melarang wakil menjual di tempat lain. jika muwakkil telah menetapkan harga atau memperbolehkan wakil menjualnya di tempat lain, barulah wakil boleh menjualnya di tempat lain.