Apabila air yang sedikit berubah karena najis, walaupun air itu melimpah hingga mencapai 2 kulah atau lebih. Ada 2 macam perubahan, yaitu air yang berubah karena sesuatu yang suci dan yang berubah karena sesuatu yang najis.
Air yang mencapai 2 kulah adalah jika diperkirakan dengan timbangan banyaknya mencapai 500 kali Baghdad, sedangkan bila menggunakan ukuran siku pada bidang yang persegi adalah satu seperempat siku, dengan catatan antara panjang, lebar dan tinggi harus sama dengan siku yang sedang (kurang lebih 6x6x6 dm kubik = 216 dm kubik).
Sabda Nabi saw, “Air itu suci dan menyucikan, kecuali kalau berubah bau, rasa, atau rupanya karena bercampur najis)” HR Baihaqi
Pada bidang yang bulat, satu siku dari semua sisi dengan ukuran siku manusia, dan dua siku dalamnya dengan ukuran siku tulang kayu, yaitu seperempat siku.
Air dua kulah walaupun masih disangsikan apakah mencapai 2 kulah atau belum, tidak najis, sekalipun sebelumnya yakin bahwa air itu sedikit, asal tidak berubah setelah bercampur najis yang sudah melarut dalam air itu. Tidaklah wajib menghindari air melimpah yang bercampur najis.
Bila seseorang kencing di laut, lalu terpercik buihnya, maka buih itu hukumnya sebagai berikut:
- Najis, kalau tampak jelas jenis najisnya.
- Najis, kalau air itu berubah salah satu sifatnya lantaran kencing tadi.
- Kalau najis itu tidak tampak jelas, maka buih itu tidak najis.
Kalau kotoran kering (kotoran hewan) dilemparkan ke laut (kolam), lalu percikan air dari lemparan itu mengenai suatu barang, maka barang itu tidak najis. (kecuali kalau najisnya/kotoran hewan itu basah, maka percikan air itu najis).
Air yang kurang dari 2 kulah dan tidak mengalir, apabila kejatuhan najis yang dapat dilihat dengan jelas oleh mata yang sehat, serta najis itu tidak dimaafkan dalam masalah air, kendati dimaafkan dalam shalat, maka hukum air itu adalah najis (misalnya bercak darah manusia, darah nyamuk, sll). Demikian pula sesuatu selain air, yaitu barang yang basah ataupun cair yang jumlahnya melimpah, termasuk najis. (seandainya di sekitar ada bangkai, sehingga air itu berbau bangkai, maka air itu suci, asalkan tidak terkena jenis najis itu).
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani