Orang yang suka memberi nasihat dan memberi peringatan kepada orang lain (‘abdinya Allah), tentang perkara yang sudah diberikan kepada dirinya, yaitu dari macam-macam ilmu yang telah diberikan oleh Allah, atau tentang terbukanya jalan kebahagiaan, atau juga merupakan karomah. Orang yang sering memberi nasihat itu ada dua, yaitu:
Ahlul hijab
Yaitu yang memberi nasihat tentang segala keutamaannya dibarengin dengan rasa yang muncul dari kebaikan dirinya. Sehingga berucap “aku sudah mengerjakan ini, aku sudah mengerjakan ibadah, aku sudah menemukan keanehan, dan aku terbuka dalam suatu jalan. Maka kalian harus mengerjakan ini, meninggalkan ini”.
Nah ahlul hijab ini dikarenakan kebaikannya (kebagusannya), serasa muncul dari dirinya. Ketika dirinya ada di dalam kesalahan atau melakukan dosa, maka dia langsung berhenti karena malu kepada Allah, dan takut memerintahkan (memberi nasihat) terhadap perkara yang tidak dilakukan oleh dirinya. Nah orang yang seperti ini masih tertutup dari Allah, sehingga dimana-mana melakukan tho’at sering merasa senang, dan sering berpatokan terhadap tho’atnya. Dan juga dimana-mana melakukan kesalahan, dia merasa sangat prihatin dan sering berkeluh kesah.
Ahlul fathi
Yaitu dari golongan ‘arifin, memberi nasihat dibarengan dengan rasa bahwa segala kebaikan itu berasal dari Allah swt. Sehingga dirinya merasa tidak ada kekuasaan, dan merasa ketika memberi nasihat kepada orang lain (bisa bicara mengeluarkan ilmu) itu langsung dari Allah.
Dirinya merasa kalau Allah tidak menghendaki dirinya untuk bicara, maka dirinya tidak bisa bicara (memberi nasihat). Ilmunya dari Allah, segala kebaikannya dari Allah, lidahnya juga kepunyaan Allah. Dimana-mana memberi nasihat terhadap segala keutamaan yang diberikan Allah, misalnya tentang kema’rifatan atau macam-macam asror, atau tentang ilmu-ilmu, lalu memerintahkan kepada kebaikan dan melarang melakukan keburukan, maka nasihatnya itu sering langgeng dan peringatannya besar manfaatnya.
Jadi dimana melakukan keburukan tidak menghentikan nasihatnya. Tegasnya memiliki sopan santun bahwa kejelekan itu muncul dari dirinya, sedangkan kebaikan dari Allah. Ketika dirinya melakukan kejelekan, yang jelek itu dirinya sedangkan kebaikan itu dari Allah. Tidak perlu berhenti melakukan kebaikan disebabkan melakukan kejelekan.
Orang yang memberi nasihat dan merasa bahwa nasihat yang baik itu datangnya dari Allah, maka lupa dari mengerjakan keburukan karena diliputi atau dipenuhi oleh kebaikan-Nya. Hatinya melekat kuat (manteng) hanya kepada Allah swt, dimana dia mengeluarkan nasihat kepada orang lain sebelum bicaranya, cahayanya sudah bersinar tembus kedalam hati mustami’in. Sehingga segala nasihat akan tertancap kuat di dalam hatinya sami’in.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah keseratus tujuh puluh empat)