Disini akan dijelaskan ciri-cirinya tingkah yang ditempatkan oleh Allah bagi ‘abdi-Nya. Maksudnya adalah dimana-mana Allah sudah menempatkan seorang ‘abdi dalam suatu tingkah yang tidak disebut buruk oleh syara’ dan tidak dicela menurut akal yang normal, maka seharusnya si’abdi tersebut jangan ingin pindah dalam tingkah tersebut yang semata-mata didorong oleh nafsunya, tetapi harus diteruskan dengan tabah dan tekun.
Karena bila akan dimuliakan oleh Allah, tidak akan pindah walaupun tetap dalam tingkah tersebut. Kalau akan dimuliakan oleh Allah pasti akan jadi mulia, tidak akan bisa dihalangin. Dan kalau akan dipindahkan oleh Allah, pasti nantinya bakal dipindahkan pada waktunya menurut iradatnya Allah dan pilihan Allah.
Tidak bagus bagi ‘abdi mendorong-dorong Allah serta berjuang ingin pindah oleh sendiri. Tetapi harus tabah dan tawakal terhadap ketentuan Allah, sambil berdoa rabbi adkhilni mad khala shidqin wakhrijni makhraja shidqin. Maka tempat masuk yang benar itu dimasukkannya oleh Allah, bukan didorong oleh nafsu manusia. Dan tempat keluar yang benar yaitu keluarnya kita dalam suatu perkara oleh Allah (ada paksaan dari Allah), bukan didorong oleh keinginan kita.
Dimana-mana Allah menempatkan kita dalam sebuah sebab, maka kita jangan keluar dari sebab itu serta terdorong oleh nafsu kita, nantinya kita akan merasa sulit. Tetapi kita harus tetap diam sampai nanti dikeluarkan oleh Allah, tegasnya bakal ada isyarah dari guru kita atau ada suara hatif dari Allah dengan melalui ilham.
Nah ciri-cirinya tingkah yang sudah ditempatkan oleh Allah, yaitu Allah swt menempatkan ke kita dalan suatu tingkah, Allah melanggengkan ke kita diam dalam tingkah tersebut, sehingga susah untuk keluar, sambil tetap terasa macam-macam keberhasilannya dan di agamanya ada dalam keselamatan. Misalnya seorang santri yang tinggal di pesantren, maka kalau diamnya di pesantren tersebut tidak ada jalan pindah serta terus-terusan terasa hasil ilmunya.
Itu berarti si santri sudah ditempatkan oleh Allah bagusnya/baiknya diam di pesantren tersebut, jadi jangan terbawa nafsu (menuruti ajakan tidak jelas) ingin keluar pindah dari pesantren sambil tidak ada jalannya.
Maka bila si santri ingin mendapatkan keutamaan apabila akan diutamakan oleh Allah, Allah swt kuasa mengutamakannya sambil tidak harus pindah dari pesantren itu. Dan bila Allah akan mengeluarkan santri itu dari pesantren, pasti akan menemukan jalan yang semata-mata merupakan paksaan dari Allah. kalau dipaksakan pindah menurut nafsu, nantinya akan menemukan kesulitan serta tidak akan menemukan senangnya, sebab sudah berbuat salah atau berlaku tidak sopan kepada Allah.
Apabila kita ditempatkan oleh Allah bisa mengembangkan ilmu di suatu tempat, maka ciri-cirinya adalah di tempat tersebut kita bisa mengajar dengan ikhlas (karena Allah), serta ingin memanfaatkan ke ‘abdi-‘abdinya Allah, serta bisa menjauhi dunia, dan senang terhadap ganjaran dari Allah, bisa sabar dan tawadhu menghadapi nakalnya para santri.
Diambil dari kitab Al Hikam karangan Assyeikh al Imam Ibni ‘Athoillah Assukandari (hikmah keseratus tujuh puluh tiga)