Seandainya pihak suami mengatakan, “Aku ceraikan kamu sebanyak tiga kali dengan tebusan seribu anu,” dan ternyata pihak istri hanya mau menerima satu talak saja dengan tebusan seribu, maka talak tiga tersebut tetap jadi dan uang yang seribu itu tetap wajib di bayar.
Istri minta diceraikan
Apabila pihak istri mulai mengajukan minta diceraikan, seumpamanya dia mengatakan, “Ceraikanlah aku, kutebus seribu anu,” atau “Jika engkau menceraikan aku, maka kamu akan ku bayar sekian,” kemudian pihak suami menerimanya, maka hal tersebut merupakan mu’awadhah sepihak, yakni dari pihak si istri. Untuk itu, si istri boleh mencabutnya kembali sebelum ijab dari pihak suami, karena kasus ini sama hukumnya dengan transaksi mu’awadhah (tukar menukar).
Disyaratkan talak dijatuhkan seketika
Dan (dalam khulu’) disyaratkan talak dijatuhkan seketika setelah pihak istri memintanya. Jika si suami tidak menjatuhkan talak kepadanya dengan seketika, maka talak yang dia jatuhkan kepadanya merupakan talak yang dimulai dari dia (sendiri, yakni bukan khulu’ lagi).
Syeikh Zakaria mengatakan, seandainya si suami menganggap (dalam kasus talak yang tidak seketika) bahwa talak yang ia jatuhkan merupakan ijab (dari permintaan khulu’ istrinya), sedangkan dia adalah orang yang tidak mengerti serta dimaafkan keadaannya, maka dia dapat dibenarkan melalui sumpahnya.
Atau jika si suami memulai shighat ta’liq dengan ungkapan yang mengandung arti positif, seperti: “Bila atau di saat engkau memberiku sekian, berarti engkau telah terceraikan,” maka masalah ini dinamakan ta’liq (bukan khulu’), mengingat ungkapan shighat lebih berat menjurus ke arah ta’liq (menceraikan istri dengan menggantungkannya pada sesuatu hal, baik positif atau negatif).
Untuk itu, tidak ada talak kecuali sesudah terealisasikan objeknya, dan si suami tidak dapat mencabut kembali pernyataannya sebelum objek terealisasikan. Perihalnya sama dengan masalah ta’liq lainnya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani