Harus diniatkan untuk selama-lamanya. Wakaf disyaratkan hendaknya dimaksudkan untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, tidak sah membatasinya dengan waktu, misalnya dikatakan, “Aku wakafkan barang ini kepada Zaid selama satu tahun.”
Harus bersifat langsung.
Syarat kedua adalah bersifat langsung. Karena itu, tidak sah menggantungkan wakaf, misanya dikatakan, “Aku wakafkan barang ini kepada Zaid bila tiba awal bulan.”
Memang dibenarkan, dianggap sah bila menggantungkannya dengan kematian, misalnya dikatakan, “Sesudah aku mati, aku wakafkan rumahku untuk keperluan fakir miskin.” Demikian menurut pendapat Imam Rafi’i dan Imam Nawawi. Ucapan itu seakan-akan seperti wasiat, sebab berdasarkan pendapat yang dikatakan oleh Al-Qaffal, “Sesungguhnya jika rumah tersebut ditawarkan untuk dijual, hal ini dianggap sebagai pencabutan kembali wakafnya.”
Mampu memilikkannya kepada penerima wakaf. Syarat ketiga ialah berkemampuan memilikkan barang yang diwakafkan kepada penerima wakaf, jika dia mewakafkan kepada satu orang atau sejumlah orang, misalnya barang yang diwakafkan itu ada dalam keadaan terlepas dari pemilikannya dan siap untuk dipindahmilikkan menjadi wakaf.
Demikianlah uraian tentang syarat-syarat wakaf, walaupun uraian di atas singkat. Semoga bisa bermanfaaat bagi kita semua di dunia dan di akhirat.
Hendaklah pembahasan di atas menjadi pemicu semangat atau keinginan kita semua untuk mewakafkan apa yang kita punyai untuk kemaslahatan umat.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani