Disyaratkan pada dua kali khotbah itu sekira terdengar oleh empat puluh orang, yakni tga pulu sembilan orang selain khatib, yang terdiri atas orang-orang yang sah jumat dengan kehadiran mereka (terdengarnya itu cukup) pada semua rukun khutbah, buka semua lafaz khotbah.
Tidak wajib menyelenggarakan salat jumat bagi empat puluh orang yang sebagiannya ada yang tuli (sebab kehilangan salah satu syarat khotbah, yaitu terdengar oleh empat puluh orang). Salat jumat tidak sah bila terjadi suara gaduh sehingga rukun khotbah tidak terdengar. Demikianlah menurut kaul yang mu’tamad, sebab kedua hal tersebut merupakan penghalang salat jumat, sekalipun banyak ulama yang menyalahinya bahwa hal itu tidak merupakan syarat, melainkan sekadar hadir saja. Demikian pula tidak disyaratkan jamaah (empat puluh orang) harus berada di tempat salat pada saat mendengarkan khotbah serta memahami apa yang mereka dengar itu.
Penyampaian kedua khotbah menggunakan bahasa Arab karena mengikuti ulama salaf dan khalaf. Bagi orang yang tidak memahami bahasa Arab, cukup mengetahui secara garis besarnya saja bahwa khotbah itu adalah nasihat, dan ini merupakan faedah khotbah dengan bahasa Arab.
Apabila tidak mungkin mempelajari khotbah berbahasa Arab itu sebelum waktu, maka berkhotbahlah dengan bahasanya sendiri. Apabila memungkinkan mempelajari bahasa Arab dahulu, maka mempelajarinya adalah wajib secara kifayah.
Berdiri bagi khatib yang mampu.
Suci dari hadas besar dan kecil serta dari najis, kecuali najis yang diampuni yang terdapat pada pakaian, badan , dan tempat.
Menutup aurat
Duduk diantara dua khotbah dengan tuma’ninah (sebagaimana sunnah Rasulullah saw: beliau berkhotbah pada hari jumat dengan dua kali khotbah, serta duduk diantara keduanya itu).
Disunatkan duduk sejajar membaca surat Al Ikhlas yang memang hukumnya sunat. Bagi orang yang berkhotbah sambil duduk karena udzur (tak kuat berdiri), ia wajib memisahkan antara dua khotbah itu dengan berdiam sebentar. Dalam kitab Jawahir dinyatakan bahwa kalau khatib tidak duduk dahulu, maka dua khotbah itu dihitung satu kali, ia harus duduk dan menyampaikan khotbah yang ketiga.
Muwalat (terus-menerus) diantara 2 khotbah, diantara semua rukunnya, dan di antara dua khotbah dengan salat jumat. Hendaknya tidak berselang lama menurut adat. (apabila terselang oleh nasihat, meskipun menggunakan bahasa Arab, maka tidak dianggap memutuskan muwalat, asal nasihat itu bertalian dengan maksud khotbah yaitu meningkatkan ketakwaan).
Sunat mandi ketika akan salat jumat dan salat Id
Orang yang akan melaksanakan salat jumat disunatkan mandi, yaitu membasahi seluruh badan dan kepala dengan air, walaupun ia tidak wajib mengerjakan salat jumat itu (bagi musafir, wanita, atau yang belum balig). Apabila tidak mampu dengan air, disunatkan tayamum dengan niat mandi, dilakukan sesudah terbit fajar.
Bagi yang berpuasa, apabila merasa khawatir akan dapat membatalkan puasa, maka tidak usah mandi. Demikia pula meninggalkan semua mandi yang disunatkan. Mandi yang afdhal adalah mandi ketika akan pergi melaksanakan salat jumat.
Apabila bertentangan antara mandi dan menyegerakan mendatangi tempat jumat (kalau mandi dahulu tidak bisa pergi pagi-pagi karena airnya belum ada; kalau pergi pagi-pagi tidak sempat mandi), maka mendahulukan mandi lebih utama, karena ada perbedaan paham mengenai kewajiban mandi itu.
Sebagaimana sabda Nabi saw, “Apabila salah seorang di antara kamu mendapatkan waktu jumat, hendaklah mandi!”
Oleh karena itu, makruh meninggalkan mandi.
Sebagian dari mandi yang disunatkan ialah mandi hendak melaksanakan salat ‘Id (Idul Fitri dan Idul Adha), salat gerhana (matahari dan bulan), salat istisqa’, mandi saat melaksanakan ibadah haji, mandi setelah memandikan mayat, mandi akan i’tikaf, mandi setiap malam ramdhan, mandi setelah dibekam, mandi karena badan berbau (berkeringat dan yang lainnya), dan mandi bagi orang kafir yang masuk islam, sebab ada perintah demikian. (sebagaimana Nabi saw menyuruh Qais bin Ashim mandi ketika ia masuk islam)
Tidak wajib mandi (bagi orang yang baru masuk islam), sebab banyak orang yang masuk islam tidak diperintahkan mandi. Hukum sunat ini berlaku selama orang itu kafir belum pernahmengalami sesuatu yang mewajibkan mandi misalnya hadas junub dan sebagainya. kalau tidak begitu (ia pernah berhadas junub(, maka ia wajib mandi, walaupun ia pernah mandi ketika masih kafir, sebab niat mandinya dianggap batal (karena kafir). Yang paling muakkad dari sunat-sunat mandi itu ialah mandi jumat dan setelah memandikan mayat.
Disunatkan mengqadha mandi jumat seperti semua mandi yang disunatkan. Mengqadhainya merupakan suatu tuntutan, karena bila seseorang mengetahui bahwa mandi tersebut sunat diqadhai, tentu itu akan membiasakan mengerjakannya dan menjauhi meninggalkannya.
Pahala bagi orang yang paling duluan berangkat salat jumat dan sunat berjalan kaki
Sunat menyegerakan pergi ke tempat salat jumat mulai dari terbit fajar, kecuali bagi khatib. Hal ini berdasarkan hadis sahih: Sesungguhnya orang yang datang ke tempat jumat setelah dia mandi, seperti mandi jinabah; dan menurut suatu kaul mandi hakikat (dari janabah), yaitu setelah ia jima’, karena jima’ (dengan istrinya) itu disunatkan pada malam jumat atau siangnya. Bagi yang datang pada jam pertama (pukul 06.00) seperti berkurban seekor unta yang gemuk, yang datang pada jam kedua (jam 07.00) seperti berkurban seekor sapi, yang datang pada jam ketiga (jam 08.00) seperti berkurban seekor biri-biri yang bertanduk, yang datang pada jam keempat seperti berkurban seekor ayam betina, yang datang pada jam kelima seperti berkurban seekor burung pipit, dan yang datang pada jam keenam seperti berkurban sebutir telur.
Maksudnya sebagai berikut: Sesungguhnya antara terbit fajar dan kepergian khatib (dari rumahnya ke tempat salat), terbagi enam bagian (derajat) yang sama, baik hari itu panjang ataupun pendek.
Imam disunatkan mengakhirkan kepergiannya sampai akan tiba waktu khotbah, sebab hal ini mengikuti sunnah Nabi saw.
Pergi ke suatu tempat salat disunatkan berjalan kaki dengan hati yang terang dan melalui jalan yang jauh, sedangkan kembali (pulang) melalui jalan lain yang lebih dekat. Demikian pula untuk setiap perbuatan ibadah yang lainnya.
Ketika shalat jumat sunat memakai pakaian terbaik dan berwarna putih serta haram memakai kain sutera
Makruh berlari saat pergi akan melaksanakan salat jumat. Begitu pula halnya dengan semua peribadahan, kecuali bila waktunya tidak memungkinkan sehingga wajib lari, karena tanpa lari tidak akan terkejar.
Disunatkan (berhias) menggunakan pakaian yang terbaik dan yang afdhala ialah pakaian berwarna putih, atau yang dicelup sebelum ditenun. Dimakruhkan berpakaian yang dicelup sesudah ditenun, walaupun buka yang berwarna merah.
Haram berhias mengenakan kain sutera, walaupun sutera qazz, yaitu semacam sutera yang bahannya terbuat dari ulat sutera, misalnya yang suka berubah bentuk; dan haram pula memakai pakaian yang bahannya sebagian besar terbuat dari sutera. Tidak haram mengenakan pakaian yang seolah tampak seperti sutera (padahal bukan), demikian pula pakaian yang bercampur sutera sedikit, serta yang sama antara sutera dengan bahan lainnya.
Nabi saw bersabda, “Dihalalkan memakai emas dan sutera bagi kaum wanita umatku, namun diharamkan bagi laki-laki.”
Apabila meragukan jumlah yang terbanyak, maka asal mulanya adalah halal, menurut kaul yang lebih masyhur.
Diperbolehkan memakai pakaian sutera untuk kepentingan perang, kalau tidak mendapatkan yang lainnya atau tidak ada yang setingkat dengan sutera, dalam upaya menolak senjata.
(Syaikhuna Jamal Ramzi) dalam kitab Kifayah membenarkan pendapat orang banyak, bahwa boleh memakai mantel dan pakaian selainnya, yang layak untuk perang, walaupun mendapatkan yang lainnya, yang bertujuan untuk menakut-nakuti ksum ksfir, seperti halnya menghias pedang dengan perak.
Boleh memakai sutera kalau dibutuhkan, mialnya karena berpenyakit kudis atau kurap, jika pakaian lainnya menimbulkan rasa sakit (karena kasar dan sebagainya). sutera memiliki manfaat yang tidak terdapat pada kain lainnya, misalnya (bagi wanita) untuk membasmi kutu atau untuk hamparan; sedangkan laki-laki tidak boleh memakainya tanpa penghalang.
Laki-laki boleh memakai benang sutera untuk tali tasbih, kancing saku atau leher baju, kantong mushaf, kantong dirham/uang, penutup sorban, atau bendera tombak. Tetapi tidak boleh dipergunakan untuk benang sapu tangan atau jambul yang berada di ujung tasbih. Laki-laki wajib memakai kain sutera seandainya ia tidak mendapatkan penutup aurat lain selain kain tersebut, sekalipun dalam suasana (ruangan) yang sepi.
haram menghias kuburan dengan sutera
Boleh memakai pakaian yang dicelup dengan berbagai warna, kecuali yang dicelup dengan za’faran. Boleh memakai pakaian yang terkena najis, selain untuk salat, sekira tidak basah.
Tidak boleh memakai kulit bangkai apabila tidak darurat, misalnya kulit binatang buas, misalnya macan, yang dipakai sebagai hamparan. Boleh memberikan makanan berupa bangkai kepada burung, namun tidak boleh kepada kafir. Boleh memberi makanan yang mutanajis untuk hewan,. Memakai gading di kepala dan janggut sekira tidak basah, adalah boleh tetapi makruh.
Boleh memasang lampu dengan benda yang mutanajis selain najis mughallazhah, kecuali di masjid; walaupun berasap sedikit, berbeda dengan pendapat orang banyak. Nabi saw pernah mendapat pertanyaan mengenai tikus yang jatuh ke dalam samin yang hancur. Sabdanya “Gunakanlah samin itu sebagai lampu”. Boleh memupuk tanah dengan najis. Tidak boleh memelihara anjing, kecuali untuk berburu atau menjaga harta benda.
Makruh walaupun bagi wanita, menghias sesuatu selain Ka’bah, misalnya kuburan orang saleh, dengan selain sutera, apalagi sutera, hukumnya haram.
Boleh memakai sutera kalau dibutuhkan, mialnya karena berpenyakit kudis atau kurap, jika pakaian lainnya menimbulkan rasa sakit (karena kasar dan sebagainya). sutera memiliki manfaat yang tidak terdapat pada kain lainnya, misalnya (bagi wanita) untuk membasmi kutu atau untuk hamparan; sedangkan laki-laki tidak boleh memakainya tanpa penghalang.
Laki-laki boleh memakai benang sutera untuk tali tasbih, kancing saku atau leher baju, kantong mushaf, kantong dirham/uang, penutup sorban, atau bendera tombak. Tetapi tidak boleh dipergunakan untuk benang sapu tangan atau jambul yang berada di ujung tasbih. Laki-laki wajib memakai kain sutera seandainya ia tidak mendapatkan penutup aurat lain selain kain tersebut, sekalipun dalam suasana (ruangan) yang sepi.
Ketika salat jumat sunat memakai sorban
Orang yang akan pergi salat jumat disunatkan memakai sorban. Hal ini berdasarkan hadis “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya membaca salawat (artinya, Allah merahmati dan malaikat memintakan ampunan) kepada orang-orang yang memakai sorban di hari jumat.” Disunatkan pula (memakai sorban) pada semua salat.
Tersebut dalam hadis dha’if dalil yang menunjukkan besarnya keutamaan sorban. Seyogyanya ada kepastian mengenai panjang dan lebarnya dengan ukuran yang layak bagi yang mengenakannya menurut adat pada zaman dan tempatnya. Apabila melebihi ukuran adat, maka hukumnya makruh.
Orang faqih (ahli hukum islam) yang mengenakan sorban pasaran (sorban yang banyak dipakai orang awam) yang tidak layak baginya dapat merusak kehormatannya; dan sebaliknya (bukan orang faqih memakai sorban orang faqih).
Huffazh (Ibnu Hajar) berkata, “Sorban Nabi saw tidak memiliki kepastian mengenai panjang dan lebarnya.” Menurut Imam Nawawi panjang sorban Nabi saw itu ada enam siku, ada pula yang 12 siku.
Barang siapa yang bersorban, maka ia boleh memakai ‘adzbah (sepotong kain yan dijahit di ujung sorban) sekalipun tidak, tidak makruh. Imam Nawawi menambahkan bahwa tidak sah larangan yang tidak memakai ‘adzbah (dengan kata lain harus memakai).
Riwayat Nafi’ dari Ibnu Umar, “Apabila Nabi saw mengenakan sorbannya, beliau menguraikannya di antara kedua belikatnya.”
Para ulama telah menjelaskan, bahwa pada mulanya ‘adzbah itu sunat. Menguraikan atau melepaskan ‘adzbah di antara kedua belikat, lebih afdhal daripada melepaskannya ke sebelah kanan, karena tidak ada dasar hukum melepaskannya ke sebelah kiri.”
Panjang ‘adzbah yang sesuai dengan hadis, minimal 4 jari dan maksimal satu siku. Ibnulhaj Al-Maliki mengatakan bahwa hendaklah anda mengenakan sorban sambil berdiri, dan mengenakan celana sambil duduk.
Sunat berdoa ketika berada di majelis dan sunat memakai wangi-wangian dan sunat memotong kuku serta kumis
Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ mengatakan bahwa, makruh berjalan dengan menggunakan satu sandal dan memakainya sambil berdiri, demikian pula (makruh) menggantungkan genta (kelintingan) pada sandal.
Orang yang duduk pada suatu tempat, lalu meninggalkannya sebelum membaca zikir kepada Allah, hukumnya makruh. (sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah). “Apabila suatu kaum berdiri dari tempat duduknya, tidak berzikir terlebih dahulu kepada Allah swt, maka berdiri mereka itu bagaikan bangkai keledai, dan mereka mendapat kekecewaan atau kesedihan.”
Sabdanya lagi, “Barang siapa yang duduk pda suatu majelis yang hiruk-pikuk lalu sebelum berdiri dari tempat itu ia membaca, Allaahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika, Maha Suci Engkau Ya Allah, dengan memuji ke hadirat-Mu, hamba bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau, hamba memohon ampunan-Mu dan tobat ke hadirat-Mu. Maka Allah mengampuni segala kesalahannya selama ia berada di majelis itu.”
Menurut kaul yang termasyhur sunat memakai wangi-wangian bagi yang tidak puasa. Hal ini berdasarkan hadis sahih: Sesungguhnya merangkaikan di antara mandi, memakai pakaian yang baik, memakai wangi-wangian, mendengarkan khotbah, dan tidak melangkahi bahu orang lain, dapat menghapuskan dosa-dosa di antara 2 jumat. Memakai wangi-wangian dengan minyak kasturi lebih afdhal.
Ketika wangi-wangian itu tercium baunya, tidak disunatkan membaca salawat kepada Nabi saw, bahkan sebaiknya membaca istighfar.
Disunatkan berhias, memotong kuku tangan dan kaki, buka salah satunya. Kalau hanya memotong salah satunya, hukumnya makruh. Sunat menghilangkan atau mencabut rambut ketiak dan dzakar bagi yang tidak bermaksud kurban pada tanggal 10 zulhijjah. Yang demikian itu dilakukan karena mengikuti sunnah Nabi saw.
Sunat berhias dengan memotong kumis sehingga bibirnya yang merah tampak jelas; sunat pula menghilangkan kotoran dan bau busuk (keringat).
Cara memotong kuku tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, ialah dimulai dari jari telunjuk kanan sampai ke kelingking, lalu ibu jari, kemudian kelingking jari kiri sampai ke ibu jarinya, demikian seterusnya.
Cara memotong kuku kaki, mulai dari kelingking kaki sebelah kanan sampai ke kelingking kaki kiri secara terus menerus. Seyogyanya segera mencuci tempat kuku itu. Disunatkan memotong kuku pada hari kamis atau jumat pagi.
Makruh bicara ketika khatib jumat sedang berkhotbah serta sunat untuk memotong kuku (cara memotong kukunya)
Al-Muhibbuthh Thabari tidak menyukai mencabut rambut hidung, menurutnya lebih baik dipotong, hal ini berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa (membiarkan rambut hidung itu dapat menghindari penyakit kusta). Imam Syafii r.a, berkata, “barang siapa yang bersih pakaiannya, sedikit susahnya; dan barang siapa yang wangi baunya, bertambah akalnya.”
Ketikamendengarkan khotbah disunatkan tidak bersuara dan penuh perhatian, sekalipun khotbah itu tidak terdengar. Akan tetapi yang paling baik bagi orang yang tidak mendengar suara khotbah, hendaklah menyibukkan diri dengan membaca Quran atau zikir dengan pelan-pelan.
Sabda Nabi saw, “Apabila kamu berkata kepada temanmu, “Diam!” pada hari jumat dan imam sedang khotbah, maka sia-sialah kamu (tidak mendapat pahala).
Sabdanya pula, “Apabila khatib telah naik mimbar, janganlah salah seorang di antara kamu berbicara. Barang siapa yang berbicara, maka sia-sialah dia (yakni tidak mendapat pahala)” (Riwayat Abu Daud)
Makruh berbicara ketika khotbah, tetapi tidak haram. Hal ini berbeda dengan pendapat imam yang tiga. Tidak makruh berbicara sebelum khotbah, walaupun khatib telah duduk di atas mimbar. Demikian pula berbicara sesudah selesai khotbah, diantara dua khotbah, ketika mendoakan raja-raja, dan berbicara kepada orang yang baru memasuki masjid, kecuali jika berbicara kepada seseorangyang mencari tempat dan ia tetap di tempat itu.
Makruh bersalam bagi seseorang yang memasuki masjid, walaupun ia belum mendapat tempat untuk dirinya, sebab orang yang diberi salam sedang terlalaikan (mendengarkan khotbah). Kalau ia mengucapkan salam kepada mereka, mereka tetap wajib menjawabnya. Disunatkan mendoakan orang yang bersin dan menjawab doa orang yang mendoakannya.
Cara memotong kuku tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, ialah dimulai dari jari telunjuk kanan sampai ke kelingking, lalu ibu jari, kemudian kelingking jari kiri sampai ke ibu jarinya, demikian seterusnya.
Cara memotong kuku kaki, mulai dari kelingking kaki sebelah kanan sampai ke kelingking kaki kiri secara terus menerus. Seyogyanya segera mencuci tempat kuku itu. Disunatkan memotong kuku pada hari kamis atau jumat pagi.
Sunat membaca salawat kepada Nabi saw pada salat jumat
Sunat membaca salawat dan salam kepada Nabi saw dengan mengeraskan suara tanpa berlebihan ketika khatib menyebut nama atau sifat Nabi saw.
Tidak jauh apabila dibandingkan dengan kesunatan membaca radhiyallahu ‘anhu kepada para sahabat Nabi tanpa mengeraskan suara, demikian pula ketika membaca amin saat khatib berdoa.
Makruh tahrim, walaupun bagi orang yang tidak wajib salat jumat sesudah khatib duduk di atas mimbar sekalipun orang itu tidak mendengar khotbah, yaitu salat fardu walaupun salat qadha yang ia ingat mendadak waktu itu, sekalipun salat qadha itu wajib seketika; atau salat sunat walaupun ketika mendoakan sultan. Menurut kaul yang termasyhur, tidak sah salatnya, seperti hukum salat di waktu makruh, bahkan ini lebih utama lagi (makruhnya).
Bagii seseorang yang sedang salat, sedangkan khatib telah duduk di atas mimbar, maka ia wajib meringankan salatnya mempersingkat praktik tetapi mencukupi.
Seseorang yang memasuki masjid makruh mengerjakan salat tahiyyatul masjid sekira tertinggal mengikuti takbiratul ihram imam. Sekira tidak akan tertinggal, tidak makruh bahkan sunat, tetapi harus dipersingkat pada yang wajib saja. Makruh bertekuk lutut ketika mendengarkan khotbah, sebab Nabi saw melarang hal tersebut. sebagaimana riwayat Abu Daud dan Turmudzi dari Mu’adz bin Anas, bahwa Nabi saw melarang bertekuk lutut pada hari jumat ketika imam berkhotbah.
Makruh menulisi kertas ketika mendengarkan khotbah pada jumat akhir bulan ramadhan. Bahkan kalau seseorang menulisi kertas itu dengan nama-nama bahasa Suryani yang tidak dimengerti maknanya, maka hukumnya haram.
Sunat mengerjakan salat sunat 2 rakaat sebelum & sesudah salat jumat serta fadhilah membaca surat Al Kahfi
Perlu diketahui bahwa sebelum dan sesudah salat jumat disunatkan (mengerjakan) salat sunat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
- Di antara azan dan iqamah ada salat dua rakaat.
- Apabila salah seorang di antara kamu telah selesai melaksanakan salat jumat, maka salatlah empat rakaat.
- Nabi saw salat ba’da jumat dua rakaat.
Disunatkan membaca surat Kahfi pada hari jumat dan malamnya berdasarkan beberapa hadis yang menerangkan hal tersebut. apabila mmebacanya pada siang hari lebih muakkad, namun yang paling utama adalah pada saat ba’da subuh, karena hal itu berarti menyegerakan kebaikan. Sunat memperbanyak membacanya (paling sedikit 3 kali) serta surat-surat Quran lainnya pada malam dan siang hari jumat itu.
Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah r.a:
“Barang siapa membaca surat Kahfi pada malam jumat atau siangnya, niscaya diberi nur (cahaya) dari tempat ia membacanya sampai ke Mekah, dosanya diampuni sampai jumat kemudian lebih 3 hari, 70.000 malaikat memintakan ampun baginya sampai subuh, serta disehatkan dari penyakit, malapetaka, sakit perut, atau sakit lambung, penyakit belang, kusta, dan fitnah dajjal.”
Makruh membaca surat Kahfi atau surat lainnya dengansuara keras, sekira hal itu dapat mengganggu orang yang salat atau sedang tidur, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi.
Dalam Syarah Al-‘Ubab Syaikhuna berkata, “Semestinya mengeraskan suara itu hukumnya haram, bila membacanya di masjid. Mungkin maksud Imam Nawawi mengatakan makruh itu bila tidka terlalu mengganggu serta membacanya bukan di masjid.”
Sunat memperbanyak membaca salawat kepada Nabi saw pada hari jumat dan malamnya, karena ada beberapa hadis sahih yang memerintahkan membaca salawat itu. Memperbanyak membaca salawat lebih afdhal daripada memperbanyak zikir atau membaca Quran yang tidak waris secara khusus. Demikianlah menurut Syaikhuna.
Keutamaan membaca shalawat dan doa yang dibaca setelah salat jumat
Fadhilah membaca salawat yaitu sebagai berikut:
Sabda Nabi saw, “Sesungguhnya Allah mempunyai beberapa malaikat yang bertugas menyampaikan salawat orang-orang yang membaca salawat kepadaku dari bagian timur dan barat jagat raya.” (Riwayat Abu Daud)
Sabdanya pula, “Tiada seorang pun yang membaca salawat kepadaku, kecuali Allah mengembaikan rohku, sehingga aku dapat membalas salam kepadanya.” (Riwayat Abu Daud)
Sabdanya, “Barang siapa yang sulit mendapatkan kebutuhannya, perbanyaklah membaca salawat kepadaku, karena sesungguhnya salawat itu dapat membukakan duka cita (kesusahan), kesedihan (keprihatinan), kesusahan (kepayahan), memperbanyak rezeki, dan terpenuhi (tercapai) kebutuhan.”
Sunat memperbanyak berdoa pada hari jumat, sambil mengharapkan bertepatan dengan saat ijabah. Saat ijabah yang paling dapat diharapkan ialah saat khatib mulai duduk sampai akhir salatnya, yaitu sekejap mata.
Menurut riwayat yang sahih, sesungguhnya saat ijabah itu adalah saat terakhir ba’da Asar dan pada malamnya. Hal ini berdasarkan hadis dari Imam Syafii r.a. (hadis marfu’) bahwasanya telah sampai kepadanya (dari Nabi saw), sesungguhnya doa pada waktu itu diijabah, dan beliau senang berdoa pada waktu itu. Disunatkan memperbanyak amal kebaikan pada malam dan siang hari jumat, misalnya sedekah dan yang lainnya.
Dalam perjalanan menuju tempat shalat jumat hendaknya menyibukkan diri dengan membaca Quran atau zikir. Yang afdhal adalah membaca salawat kepada Nabi saw sebelum khotbah, demikian pula ketika khotbah kalau ia tidak mendengar khotbah tersebut.
Setelah salam dari salat jumat sebelum mengubah kedua kakinya, dala riwayat yang lain dikataka mengucapkan sesuatu, disunatkan membaca Fatihah, al Ikhlas, al Falaq dan An Naas masing-masing 7 kali. Hal ini berdasarkan hadis warid yang menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang membacanya niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lewat maupun yang akan terjadi, dan diberi pahala dengan perhitungan sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Serta membaca dua bait ini Ilaahii lastu lilfirdausi ahlan. Walaa aqwaa ‘alaa naaril jahiimi. Fahablii taubatan waghfir dzunuubii. Fainnaka ghaafirudz dzanbil ‘adhiimi. Ya Tuhanku! Bukanlah hamba ini ahli surga firdaus namun hamba tidak kuat masuk neraka. Oleh sebab itu, berilah hamba tobat dan ampunilah dosa-dosa hamba, karena sesungguhnya Engkau Pengampun dosa lagi Maha Agung.
Surat-surat Al Qur’an yang sunat dibaca setiap selesai salat fardu
Disunatkan membaca surat-surat tersebut, yakni Fatihah, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas, demikian pula ayat kursi, Ali Imran ayat 18, setiap selesai salat fardu, ketika berbaring di atas kasur (akan tidur) serta ayat akhir surat Al Baqarah ayat 282-286, surat Al Kafirun, akhir surat Al Hasyr (ayat 21-24), dan awal surat Ghafir (Mu’min) sampai dengan ayat ilaihilmashiir.
Sunat membaca ayat Afahasibtum Annamaa khalaqnaakum sampai akhir (surat al Mu’minun ayat 115-118) pada waktu pagi dan sore, serta berzikir selainnya. Setiap hari, sunat membiasakan membaca surat As Sajdah, Yasin, Ad-Dukhan, Al Waqi’ah, Al Mulk, Az Zalzalah, At Tkatsur dan surat Al Ikhlas 200 kali dan surat Al Fajr pada tanggal 10 bulan haji.
Sunat membacakan Yasin dan Ar Ra’d untuk orang yang sedang sekarat.
Sunat memperbanyak berdoa pada hari jumat, sambil mengharapkan bertepatan dengan saat ijabah. Saat ijabah yang paling dapat diharapkan ialah saat khatib mulai duduk sampai akhir salatnya, yaitu sekejap mata.
Menurut riwayat yang sahih, sesungguhnya saat ijabah itu adalah saat terakhir ba’da Asar dan pada malamnya. Hal ini berdasarkan hadis dari Imam Syafii r.a. (hadis marfu’) bahwasanya telah sampai kepadanya (dari Nabi saw), sesungguhnya doa pada waktu itu diijabah, dan beliau senang berdoa pada waktu itu. Disunatkan memperbanyak amal kebaikan pada malam dan siang hari jumat, misalnya sedekah dan yang lainnya.
Dalam perjalanan menuju tempat shalat jumat hendaknya menyibukkan diri dengan membaca Quran atau zikir. Yang afdhal adalah membaca salawat kepada Nabi saw sebelum khotbah, demikian pula ketika khotbah kalau ia tidak mendengar khotbah tersebut.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani