Agar shalat menjadi sah, maka harus memenuhi syarat-syaratnya, yaitu:
Mengetahui masuknya waktu shalat dengan yakin
Yaitu melihat sendiri atau memperoleh berita dari orang yang terpercaya atau mendengar muadzin mengumandangkan adzan. Atau berijtihad, yaitu berhati-hati dengan menyandarkan pada tanda kebiasaan suara ayam jago berkokok. Juga kebiasaan penjahit dan pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
Hal ini harus diperhatikan dengan merenungkan kebenarannya dengan berhati-hati, apakah tanda-tanda itu sesuai kebiasaan waktu yang dilakukan apa lebih cepat dan mendahului. Sebab tidak boleh melakukan shalat dengan mengandalkan tanda-tanda itu tanpa penelitian yang benar sesuai waktu sebenarnya. Atau karena kuatnya dugaan masuknya waktu dan ternyata dugaan itu benar.
Maka jika ada orang yang shalat disertai keragu-raguan terhadap masuknya waktu, sekalipun shalat itu pada waktu yang sebenarnya, atau mengira masuknya waktu ternyata shalat tadi tidak dalam waktunya, maka shalatnya tidak sah karena tidak memnuhi syarat yaitu mengetahui.
Mengetahui kiblat
Yaitu mengetahui arah kiblat dengan cara melihat atau menyentuh atau diberitahu orang yang dapat dipercaya, atau melihat orang-orang banyak yang mengerjakan shalat dengan menghadap arah kiblat.
Wajib menutup aurat dengan penutup yang suci dan yang diperbolehkan.
Orang yang akan shalat wajib menutup aurat sekalipun berada di tempat yang sunyi dan gelap bila berkuasa dengan apa saja yang dapat menutupi warna kulit. Maka tidak cukup menutup aurat memakai kaca atau plastik atau kain yang tipis (tembus pandang). Sebab dengan alat seperti itu tujuan menutupi aurat tidak akan berhasil.
Yang dipergunakan menutup aurat harus suci dan boleh dipakai, bukan yang diharamkan. Jika seseorang tidak mampu menutup aurat karena tidak ada yang dipakai, atau ada yang dipakai tapi milik orang lain, atau miliknya sendiri tapi terkena najis yang tidak dapat dihalangkan atau sulit dicuci, maka shalatnya dengan telanjang dan tidak wajib mengulangi lagi. Adapun shalat seorang lelaki yang menutup auratnya dengan sutra sekalipun diharamkan baginya di luar shalat maka sah shalatnya.
Aurat lelaki adalah antara pusat dan lutut, berdasarkan sabda Nabi Saw, “Tutuplah pahamu, karena paha itu aurat.” Sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.
Wajib menghilangkan najis
Orang yang akan shalat wajib menghilangkan najis yang tidak dima’fu dari kain yang dibawa, badannya dan tempat yang dipergunakan shalat, berdasarkan sabda Nabi Saw, “Bersucilah kamu semua dari kencing.”
Wajib bagi orang yang mampu untuk shalat fardhu dengan berdiri.
Sekalipun shalat nazar atau bentuk shalat fardhu seperti mu’adah dan shalatnya anak-anak. Yaitu dengan posisi tegak lurus dengan menegakkan tulang belakang. Maka tidak bahaya menundukkan kepala sewaktu berdiri, bahkan disunahkan. Sewaktu berdiri tidak boleh bersandar pada sesuatu yang apabila bangkit dapat jatuh. Demikian untuk merealisir sebutan berdiri. Bersandar itu dimakruhkan, bahkan dapat membatalkan jika ia mampun mengangkat kedua kaki dalam berdiri.