Dalam melakukan niat, ada beberapa hal yang disunatkan, artinya apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendapat siksa. Adapun sunat-sunat niat adalah:
- Dalam niat disunatkan menyandarkan atau mengaitkan kepada lafazh Allah swt, agar keluar dari perbedaan dengan orang yang mewajibkannya, serta sesuai dengan makna ikhlas (semata-mata karena Allah).
- Disunatkan menyatakan ada’ atau qadha, walaupun dia mempunyai salat qada yang sama dengan salat ada’. Berbeda dengan pendapat yang dikuatkan oleh Syeikh Adzra’i (yang mewajibkan ta’arrud ada’ atau qadha). Menurut kaul yang lebih benar, boleh salat ada’ dengan niat qadha dan sebaliknya kalau ada udzur, misalnya cuaca gelap. Kalau cuaca tidak gelap (dengan niat demikian), maka salatnya batal, berarti mempermainkan ibadah.
- Sunat menyatakan menghadap kiblat dan bilangan rakaat, agar keluar dari perbedaan dengan pendapat yang mewajibkan demikian.
- Sunat mengucapkan lafazh niat yang dinyatakan sebelum takbiratul ihram, agar ucapan itu dapat membantu hatinya, dan agar keluar dari perbedaan dengan pendapat orang yang mewajibkan talaffuzh niat. (demikianlah menurut pendapat mazhab Syafiiyah dan Hanabilah). Menurut pendapat mazhab Imam Maliki, talaffuzh niat itu khilaful aula bagi orang yang tidak waswas, disunatkan bagi orang yang waswas. Menurut mazhab Hanafiyah, talaffuzh niat itu bid’ah, dianggap baik bagi orang yang waswas.
Jika seseorang ragu apakah niatnya sudah sempurna atau belum, atau apakah ia berniat salat lohor atau asar, maka bila ia ingat dalam tempo cukup lama atau sudah mengerjakan satu rukun, walaupun ucapan, misalnya membaca Fatihah, maka salatnya batal. Kalau ia ingat sebelum mengerjakan satu rukun, maka tidak batal.