Keterangan yang diterima dari Nabi Muhammad saw:
“Benarnya mahabbah itu ada dalam tiga perkara, yang pertama adalah bahwa seseorang memilih perkataan yang dicintainya dan mengakhirkan perkataan yang lainnya. Yang kedua adalah memilih kumpulan yang dicintainya dan mengakhirkan yang lainnya. Dan yang ketiga adalah sering memilih ridha yang dicintainya serta mengakhirkan ridha yang lainnya. Karena sebenar-benarnya siapa saja yang mencintai suatu perkara, maka orang tersebut jadi ‘abdinya perkara itu.”
Syeikh Yahya bin Mu’adz sudah berkata: “Satu timbangan biji sawi dari cinta kepada Allah itu lebih dicintai olehku, daripada ibadah selama tujuh puluh tahun.”
Ketika kita berbicara atau mengeluarkan perkataan, hendaknya perkataan tersebut adalah yang mengandung hikmah, atau dengan kata lain mengandung manfaat baik bagi dirinya maupun orang lain. Jangan sampai kita mengeluarkan perkataan-perkataan yang kotor serta tidak bermanfaat.
Kita juga harus bergaul dan berkumpul bersama orang-orang yang berilmu, dan mengambil hikmah dan manfaat dari mereka. Karena orang yang berilmu itu dimulyakan oleh Allah. Janganlah bergaul atau berkumpul bersama orang-orang yang senang melakukan ma’siyat, karena akan membawa madharat bagi kita.
Setiap orang hendaknya lebih mencintai Allah dari apapun, baik itu keluarganya, hartanya, jabatan, dan lain sebagainya. Allah lah yang menciptakan manusia dan seluruh makhluk yang ada, termasuk langit, bumi, malaikat, dan lain-lain. Oleh karena itu, alangkah anehnya ketika kita lebih mencintai makhluk-Nya daripada Allah swt.
Sumber: Kitab Nashaihul ‘ibaad karangan Syeikh Muhammad Nawawi bin ‘umar