Inilah Hukum Mengulang Shalat Fardhu (Salat Mu’adah)

Disunatkan mengulang salat fardu (yang sah) dengan syarat:

  1. Dikerjakan pada waktunya.
  2. Mengulang tidak lebih dari satu kali.

Berbeda dengan pendapat guru Syaikhuna Abul Hasan al Bakry, ia berpendapat “Walaupun salat pertama (dilakukan) sambil berjamaah dengan orang lain, sekalipun hanya satu orang, baik menjadi imam ataupun makmum pada salat pertama, atau yang kedua kali itu dengan niat salat fardu, walaupun hukumnya jatuh sunat. Ia berniat mengulang salat fardu.”

Sebagaimana sabda Nabi saw kepada para sahabatnya mengenai seorang laki-laki yang memasuki masjid untuk mengerjakan salat Asar, sedangkan beliau dan para sahabat lainnya sudah mengerjakannya, “Siapa yang bersedia bersedekah kepada saudara ini, salatlah bersamanya.” Lalu ada seorang laki-laki yang tampil salat berjamaah dengan laki-laki yang baru datang itu.

Menurut pilihan Imam Haramain (bahwa orang yang mu’adah itu cukup) berniat saja, misalnya salat Lohor atau asar, tidak usah meniatkan fardunya (sebab kedudukannya berubah menjadi salat sunat). Pendapat imam ini di tarjih dalam kitab Raudhah, tetapi pendapat yang pertama di tarjih oleh para ulama, dan berniat fardu lebih utama.

Kalau sudah nyata salat pertama itu rusak (batal), tidak cukup dengan niat mu’adah atau pendapat yang kedua (yang tidak mengharuskan niat fardu), menurut pendapat yang menjadi pegangan Imam Nawawi dan Syaikhunan (Syeikh Ibnu Hajar al Haitami). Berbeda dengan pendapat Syeikhnya yaitu Zakariya al Anshary karena mengikuti Imam Ghazali dan Ibnu Imad yakni: apabila kedua masalah itu diniatkan dengan salat fardu, maka yang kedua dapat menggantikan yang pertama.

Scroll to Top