Pelaku pembunuhan disekap dalam penjara menunggu sampai anak kecil dari ahli waris si terbunuh mencapai usia balig, dan menunggu kedatangan ahli waris yang tidak ada di tempat atau menunggu izinnya.
Untuk itu, pelaku pembunuhan tidak boleh dilepas atas jaminan seseorang karena kemungkinan dia lari, hingga perkara yang hak terlewatkan (tidak dapat direalisasikan).
Pembahasan di atas bukan menyangkut pembegal jalan. Pembegal jalan bila berhak mendapat hukuman mati, imamlah yang membunuhnya secara mutlak (tanpa menunggu ahli waris si terbunuh).
Yang boleh melaksanakan hukuman qishash hanya salah seorang dari kalangan ahli waris si terbunuh atau oleh selain mereka, tetapi dengan kerelaan (persetujuan) pihak ahli waris si terbunuh, atau oleh orang lain (dengan seizin ahli waris), atau melalui undian di antara sesama ahli waris jika mereka tidak saling merelakan (untuk dilakukan oleh orang lain).
Seandainya salah seorang di antara orang-orang yang berhak meng-qishash tak dapat menahan diri, lalu ia segera membunuh si pembunuh, padahal dia mengetahui bahwa tindakannya itu diharamkan, maka tidak ada hukum qishash terhadapnya jika eksekusi itu terjadi sebelum ada pengampunan darinya atau dari ahli waris lainnya. Jika si pembunuh telah dimaafkan (dari hukum qishash), maka pembunuh dari kalangan ahli waris si terbunuh harus dijatuhi hukuman qishash.
Seandainya si pembunuh dibunuh oleh orang lain, maka para ahli waris si terbunuh (pertama) mengambil diat dari harta peninggalan si terbunuh kedua, bukan dari harta orang lain tadi yang membunuhnya.
Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani