Pengertian Ghibah dan hukum bermain catur

Definisi ghibah ialah “seseorang menceritakan, sekalipun dengan bahasa isyarat, perihal orang lain yang terbatas bilangannya lagi tertentu orangnya mengenai sifat-sifat yang menurut ukuran tradisi tidak disukai, sekalipun melakukannya hanya di hadapan beberapa orang lwan bicara.”

Bermain catur makruh hukumnya jika tidak mengandung taruhan dari kedua belah pihak atau salah satu pihak; atau tidak melewatkan waktu salat, sekalipun lupa karena sibuk dengan permainan catur itu; atau bermain catur dengan orang yang menganggapnya haram. Tetapi jika permainan catur dilakukan bukan dengan cara tersebut, hukumnya haram.

Mengenai hadis-hadis dan atsar-atsar yang mengecam permainan catur ini diinterpretasikan jika permainan dilakukan dengan cara-cara yang diharamkan itu.

Kewibawaan seseorang menjadi luntur karena terlalu sering bermain catur. Untuk itu, kesaksiannya ditolak. Permainan catur menurut tiga orang imam lain (maksudnya selain Imam Syafii) adalah haram secara mutlak.

Kesaksian orang pelupa dan orang cacat pikirannya

Kesaksian orang yang pelupa dan orang yang cacat pikirannya tidak dapat diterima, begitu pula kesaksian orang yang tuli dalam kasus yang memerlukan pendengaran, dan orang buta dalam kasus yang memerlukan penglihatan.

Termasuk dalam arti tayaqquzh (waspada atau teliti) ialah dapat menghafal perkara yang dipersaksikan lengkap dengan kata-kata tanpa lebih atau kurang, (yakni hafal semua rinciannya).

Berangkat dari pengertian tersebut dapat dikatakan tidak boleh melakukan kesaksian hanya dengan makna saja. Akan tetapi, memang dibenarkan dan diperbolehkan mendatangkan kata-kata sinonim yang maknanya tidak samar.

 

Sumber: Kitab Fat-hul Mu’in karangan Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari al Fannani

Scroll to Top